Selasa, 16 Februari 2016

Way Back Home Part 2 : Teman Terbaik



Siang itu gue terbangun di keramaian terminal Kampung Rambutan. Sebagai salah satu terminal besar di ibukota, kehidupan di terminal Kampung Rambutan lebih keras dari terminal-terminal yang lain. Bencongnya aja sangar-sangar.




Gue duduk sendirian ketika bis berhenti di terminal. Pasukan asongan mulai naik satu persatu memenuhi bis. Mulai dari asongan gorengan, minuman, pacar, dan lain-lain. Yang datang ke gue adalah asongan powerbank, bapak-bapak usia 30an ini menyodorkan sebuah powerbank dengan harga 20rb. Gue mencoba menolak dengan halus tapi yang terjadi sepertinya bapak ini ngefans sama gue.

“Pegang dulu aja dek” katanya, menyodorkan powerbank, maksa
“Engga bang,  makasih”
“Ini powerbanknya murah lho dek, Cuma 20rb”
“Engga bang, saya ga punya android” gue menunjukkan hape Nokia gue
“Saya mah ga tanya duit dek. Ini powerbank murah lho”
“Android bang, saya ga punya android, jadi saya ga butuh power bank”
“Owh android, ngomong yang bener dong”

Ternyata bolot

“Ini pegang dulu deh, saya nawarin baik-baik” dia mulai desperate sama gue, terlihat dari caranya menaikkan suara

Merasa kasihan, gue pegang juga powerbank si bapak.
Dari sini si bapak mulai menunjukkan belangnya. Maksud gue bukan munculin belang terus jadi manusia harimau imbisil gitu, tapi niat jahatnya. Nada ngomongnya pun berubah mengintimidasi, mulai tanya-tanya tujuan dan adal daerah. Gue curiga, abis itu dia bakal tanya gue udah punya pacar apa belum.

“aduh adek ini orang jawa macem-macem lagi sama orang sini, udah ini ambil powerbanknya, maunya berapa emang? 18? 17?” katanya, maksa
“Engga bang, makasih” masih menolak dengan cantik
“Eh lu kok blagu sih, ini gue nawarin baik-baik ini powerbank, daripada kayak yang dibelakang ini dipaksa-paksa”

Sekilas gue perhatikan, ada bapak-bapak tua yang juga jadi target sasaran pedagang asongan ngeyel. Modusnya : jam tangan. Nadanya emang lebih mengancam. Si bapak yang ternyata orang luar jawa diem, dan dari wajahnya keliatan terancam.

“Berapa maunya bapak? Saya ga turun nih kalo ga jadi, bapak udah nawar-nawar tadi buang-buang waktu saya. Berapa kali masuk penjara?” kata tukang asongan kepada bapak di kursi belakang
Gue ga ngerti hubungannya beli jam sama masuk penjara. Yang jelas ini situasi yang tidak mengenakkan.

Gue, karna dongkol, jadi makin males

“Engga pak, makasih, saya ga punya android, saya ga butuh powerbank”
“Maunya berapa?”
“Engga pak, makasih” sampai sini gue berasumsi dia beneran budeg.

Dongkol,  dia mengumpat, dan mengambil powerbank di tangan gue sambil meremas. Gue dengan senang hati meremas balik tangan si bapak sambil ngelepasin powerbank sialan. Kami saling remas, Mata kami bertemu, Pandangan kami pun beradu, Bunga-bunga mekar di taman.

Si tukang asongan ngelonyor ke arah belakang bis. Gue tak acuh, gue terus main snake xenzia yang ada di hape nokia gue. Ga lama gue dikagetin sama asongan kedua, kali ini adalah asongan jam tangan.

“Dek, silakan jam tangannya, ini ada penunjuk jam dan kalendernya” katanya sambil megang satu jam. Dari arah datang dan pergerakannya gue berasumsi dia temen dari asongan powerbank sebelumnya.
“Engga bang, makasih, ini saya sudah ada jam tangan” kata gue sedikit mengangkat lengan kiri
“Ini dek, bagus jam tangannya, ada tombol light nya juga biar keliatan kalo malem?” dia terus maksa. Atau mungkin si abang juga gangguan pendengaran. Oalah asongan di kampung rambutan gitu semua kali ya?
“Engga bang, makasih”
“Elu blagu banget sih, lu mau gue tusuk lu? Kebal lu hah? Udah kebal?” katanya sambil menodongkan tang runcing yang memang ada di keranjang asongannya. Gue sempet kaget, gue diem, memikirkan bahwa gue sedang ditodong dengan sebuah tang menimbulkan dorongan kuat untuk tertawa.
“Engga bang, makasih” sambil gue dorong tangannya. Dan lagi, pandangan kami beradu, bunga-bunga mekar di taman.

Kadang, hal semacam itu terjadi dalam hidup. Gue bisa saja melawan atau berteriak dan sebagainya. Tapi yang gue lihat, orang-orang seperti ini lebih takut keluarganya engga makan daripada takut mati. Entah sudah berapa banyak orang yang telah menjadi korban, entah berapa yang berani melawan..

Oh, Terminal kampung rambutan, riwayatmu kini.

Bis gue mulai jalan. Belakangan gue perhatikan, orang-orang yang jadi sasaran pemaksaaan umumnya duduk sendirian, laki-laki, dan berpenampilan long distance traveler.

Disini gue sedikit berkesimpulan, kalau tukang asongan kampung rambutan adalah oorang-orang setengah desperate dengan biaya hidp di jakarta sehingga memutuskan berjualan dengan sedikit sedikit menakuti orang-orang luar kota, tapi juga ga gitu berani karna mereka memilih korban yang sendirian dan tidak memiliki kemungkinan berteriak/menangis. Jadi kalau anda penumpang luar kota dan akan tiba di kampung rambutan, pastikan anda tidak duduk sendirian. Kalau terpaksa duduk sendiri, pastikan anda bukan laki-laki. Saat itu juga gantilah kelamin anda. Ini demi keselamatan.

Route menuju Bekasi kira-kira seperti ini :

Lahat – Muara Enim – Oku – Oku Timur – Waykanan – Lampung Utara – Lampung Tengah – Pesawaran – Bandar Lampung – Lampung Selatan – Cilegon – Serang – Tangerang – Jakarta Barat – Jakarta Pusat – Jakarta Timur - Bekasi

Di bekasi gue dijemput sahabat gue selama tiga tahun ini, andrew si cakalang jenius.

Waktu gue nyebut sahabat itu karena kita udah barengan selama tiga tahun. Tahu satu sama lain sampai ke kebiasaan terburuk. Bagi kami berdua, ga ada namanya barang pribadi. Laptop, bantal, baju, celana dalem, Semuanya. Dan ketika gue nyebut cakalang jenius itu karna dia dari sulut, dan dia jenius. Satu hal yang berkesan bagi gue adalah kemampuan dia menguasai game dalam waktu singkat. Ya, hanya beberapa hari, tanpa tidur.

Singkatnya Kita udah temenan sejak muda praja dan sekarang Gue nginep dirumah sodaranya di bekasi timur, bersama mama dan saudari perempuannya. Kita putuskan malam itu kita jalan-jalan bertiga, gue, andrew, dan tante supit yang gaul. Malam itu, gue jadi anak gahol bekasi. yeay

Monas!! itu Monass!! Yaowoh gue di monass, emak anakmuuuu....!!
 
Hari berikutnya gue sampai di semarang. Di rumah kabag gue selama menjabat di wwp sumbar, fitri namanya, cantik orangnya, Oon kelakuannya.

OTW Semarang..

Bekasi – Karawang – Karawang – Subang – Indramayu – Cirebon – Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Batang – Kendal – Semarang


Bagaimana gue menggambarkan Fitri? She is wonderwoman versi semarang yang multitalentpurpose. Dia bisa jadi kabag, yang berlagak atasan. Atau menjadi koordinator, yang bloonnya kayak kader. dia bisa menjadi notulen, mc, dan bahkan dirigen di saat bersamaan. Partner yang hebat, teman yang baik, mungkin sedikit oon tapi dia mau untuk terus tumbuh.

Gue dijemput Fitri dan adeknya, wira. Wira ini cowok dan beda 2 tahun dengan fitri. Tapi buat gue, mereka semacam anak kembar yang Cuma beda isi celana dalem. Mirip abis.

Waktu itu wira lagi galau klimaks karna hari itu adalah hari pengumuman kelulusan snmptn. Dan wira pengen banget masuk teknik sipil undip. Pilihan keduanya adalah ITB, kalau engga salah. Pokoknya teknik-teknik juga deh.

Siang gue sampe rumah Fitri dan langsung cabut buat nyari gadget android yang pingin gue beli. Namanya sebagai orang udim yg jadi korban iklan. Gue ga lupa mendemonstrasikan parade "ganteng dikit cekrek" berFoto-foto di gedung gubernuran, simpang lima dan lawang sewu.

At Gubernuran, abaikan wajah kulu-kulu

 Sorenya gue diajak keluarga Fitri buat buka bersama. Karna gue ga bisa nolak, jadilah kami bertiga semobil yang posisinya : bonyok fitri di depan, fitri di kanan, wira tengah dan gue di kiri. Sepanjang perjalanan kita ngobrol banyak dan santai. Cuma wira yang  diem. Sedikit berkeringat dingin. Jelas dia tampak gugup. dari siang nyoba buka portal pengumuman SNMPTN yang over bandwith. Sampai tiba-tiba..

Wira : “Alhamdulillahi robbil alamin, teknik sipil undip…”
Om : “ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR” sambil meletakkan kedua telapak tangan diwajah sambil berdoa, lupa kalo lagi nyetir
Tante : “Allahu akbar, Alhamdulillah nak, selamat ya le…” cium wajah anaknya
Fitri : “selamat ya dek, mbak tau kok kamu pasti bisa” meluk adeknya
Gue : "yeeee" Meluk ban mobil

Canggung dalam situasi seperti itu, gue akhirnya ikutan rangkul pundak wira dari belakang sambil ngucapin selamat. Sungguh, gue anak pungut.

Acara makan malam jadi lebih hangat. Kebahagiaan kita dilengkapi dengan berhasilnya wira diterima di teknik sipil Undip.

Malamnya gue diantar ke shelter bis. Disana gue udah ditungguin uci, Partner terhebat selama berbakti di gudep hoscokroaminoto. Menir berdarah dingin.

Kami berdua menuju malang. Di malang uc melanjutkan rencananya kumpul dengan teman-temannya. Dan gue melanjutkan hidup, silaturahmi ke rumah Alfredo (korkares malang) dan buka bersama kontingen jawa timur. Acara terakhir sebelum pulang ke rumah.

Perjalanan selanjutnya, adalah perjalanan menuju Rumah :

Semarang – Demak – Kudus – Pati – Rembang – Tuban – Lamongan – Gresik – Surabaya – Pasuruan – Malang – Probolinggo – Lumajang 

Alfredo Prime, Pemimpin para autobots
 
#

Kadang gue ngerasa kalau gue kurang bisa membaur dengan orang-orang di sekitar gue. Sering gue lakuin ; berkenalan, ngobrol sampe ketawa dengan orang-orang cuma agar bisa membuat ketidaksepian atau sekedar sebagai pemanis suatu acara. You know, itu ulah ibor.

I can to be silly, gue suka membuatnya meriah, Tapi jauh dalam diri gue kesepian.

Semua ketidakakuran dan ketidaknyamanan yang muncul membuat gue berpikir apakah gue ga cocok dengan mereka atau sebenarnya mereka yang ga cocok dengan gue?  semua perasaan ga penting itu pada akhirnya akan berujung gue jadi ngerasa beda. Dan menjadi beda punya bagian tersulit, apakah gue harus jadi diri sendiri atau harus berubah. Coz we don’t know wether our differ are unique or freaky, do we?

Pada faktanya, menjadi diri sendiri memang ga semudah yang diucapkan Julia Peres. Menjadi diri sendiri butuh keberanian. Berani untuk menjadi diri sendiri, by all mean, berani berjalan sendiri.
Orang-orang terdekat kita, mereka tetaplah bukan kita. Sedekat apapun orang itu dengan kita tetaplah orang yang berbeda. Semua yang pernah kita alami dan lingkungan tempat kita tumbuh menentukan setiap detail sifat yang kita miliki. Bagaimana kita memahami masalah dan menyelesaikannya,  

Bagaimana kita menerima luka dan tetap bertahan hidup, akan selalu berbeda dengan cara orang lain melakukannya. Mereka yang berkata “aku mengerti apa yang kau rasakan” tidak pernah benar-benar mengerti apa kita rasakan. Kalimat simpatik yang menyedihkan.

Perjalanan kali ini membawa banyak ketenangan. Seperti tidak pernah ada orang lain, seperti tidak pernah ada masalah. Kesendirian telah menjadi teman terbaik untuk dipeluk.

Juli, 2015


1 komentar: