Siang itu gue terbangun di keramaian terminal Kampung Rambutan.
Sebagai salah satu terminal besar di ibukota, kehidupan di terminal Kampung Rambutan
lebih keras dari terminal-terminal yang lain. Bencongnya aja sangar-sangar.
Gue duduk sendirian ketika bis berhenti di terminal. Pasukan
asongan mulai naik satu persatu memenuhi bis. Mulai dari asongan gorengan,
minuman, pacar, dan lain-lain. Yang datang ke gue adalah asongan powerbank,
bapak-bapak usia 30an ini menyodorkan sebuah powerbank dengan harga 20rb. Gue
mencoba menolak dengan halus tapi yang terjadi sepertinya bapak ini ngefans
sama gue.
“Pegang dulu aja dek” katanya, menyodorkan powerbank, maksa
“Engga bang, makasih”
“Ini powerbanknya murah lho dek, Cuma 20rb”
“Engga bang, saya ga punya android” gue menunjukkan hape Nokia
gue
“Saya mah ga tanya duit dek. Ini powerbank murah lho”
“Android bang, saya ga punya android, jadi saya ga butuh
power bank”
“Owh android, ngomong yang bener dong”
Ternyata bolot
“Ini pegang dulu deh, saya nawarin baik-baik” dia mulai
desperate sama gue, terlihat dari caranya menaikkan suara
Merasa kasihan, gue pegang juga powerbank si bapak.
Dari sini si bapak mulai menunjukkan belangnya. Maksud gue
bukan munculin belang terus jadi manusia harimau imbisil gitu, tapi niat jahatnya. Nada
ngomongnya pun berubah mengintimidasi, mulai tanya-tanya tujuan dan adal daerah.
Gue curiga, abis itu dia bakal tanya gue udah punya pacar apa belum.
“aduh adek ini orang jawa macem-macem lagi sama orang sini,
udah ini ambil powerbanknya, maunya berapa emang? 18? 17?” katanya, maksa
“Engga bang, makasih” masih menolak dengan cantik
“Eh lu kok blagu sih, ini gue nawarin baik-baik ini
powerbank, daripada kayak yang dibelakang ini dipaksa-paksa”
Sekilas gue perhatikan, ada bapak-bapak tua yang juga jadi
target sasaran pedagang asongan ngeyel. Modusnya : jam tangan. Nadanya emang
lebih mengancam. Si bapak yang ternyata orang luar jawa diem, dan dari wajahnya
keliatan terancam.
“Berapa maunya bapak? Saya ga turun nih kalo ga jadi, bapak
udah nawar-nawar tadi buang-buang waktu saya. Berapa kali masuk penjara?” kata
tukang asongan kepada bapak di kursi belakang
Gue ga ngerti hubungannya beli jam sama masuk penjara. Yang
jelas ini situasi yang tidak mengenakkan.
Gue, karna dongkol, jadi makin males
“Engga pak, makasih, saya ga punya android, saya ga butuh
powerbank”
“Maunya berapa?”
“Engga pak, makasih” sampai sini gue berasumsi dia beneran
budeg.
Dongkol, dia
mengumpat, dan mengambil powerbank di tangan gue sambil meremas. Gue dengan
senang hati meremas balik tangan si bapak sambil ngelepasin powerbank sialan. Kami
saling remas, Mata kami bertemu, Pandangan kami pun beradu, Bunga-bunga mekar
di taman.
Si tukang asongan ngelonyor ke arah belakang bis. Gue tak
acuh, gue terus main snake xenzia yang ada di hape nokia gue. Ga lama gue
dikagetin sama asongan kedua, kali ini adalah asongan jam tangan.
“Dek, silakan jam tangannya, ini ada penunjuk jam dan
kalendernya” katanya sambil megang satu jam. Dari arah datang dan pergerakannya
gue berasumsi dia temen dari asongan powerbank sebelumnya.
“Engga bang, makasih, ini saya sudah ada jam tangan” kata
gue sedikit mengangkat lengan kiri
“Ini dek, bagus jam tangannya, ada tombol light nya juga
biar keliatan kalo malem?” dia terus maksa. Atau mungkin si abang juga gangguan
pendengaran. Oalah asongan di kampung rambutan gitu semua kali ya?
“Engga bang, makasih”
“Elu blagu banget sih, lu mau gue tusuk lu? Kebal lu hah?
Udah kebal?” katanya sambil menodongkan tang runcing yang memang ada di
keranjang asongannya. Gue sempet kaget, gue diem, memikirkan bahwa gue sedang
ditodong dengan sebuah tang menimbulkan dorongan kuat untuk tertawa.
“Engga bang, makasih” sambil gue dorong tangannya. Dan lagi,
pandangan kami beradu, bunga-bunga mekar di taman.
Kadang, hal semacam itu terjadi dalam hidup. Gue bisa saja
melawan atau berteriak dan sebagainya. Tapi yang gue lihat, orang-orang seperti ini
lebih takut keluarganya engga makan daripada takut mati. Entah sudah berapa banyak orang yang telah menjadi korban, entah berapa yang berani melawan..
Oh, Terminal kampung rambutan, riwayatmu kini.
Bis gue mulai jalan. Belakangan gue perhatikan, orang-orang
yang jadi sasaran pemaksaaan umumnya duduk sendirian, laki-laki, dan
berpenampilan long distance traveler.
Disini gue sedikit berkesimpulan, kalau tukang asongan
kampung rambutan adalah oorang-orang setengah desperate dengan biaya hidp di
jakarta sehingga memutuskan berjualan dengan sedikit sedikit menakuti
orang-orang luar kota, tapi juga ga gitu berani karna mereka memilih korban
yang sendirian dan tidak memiliki kemungkinan berteriak/menangis. Jadi kalau
anda penumpang luar kota dan akan tiba di kampung rambutan, pastikan anda tidak
duduk sendirian. Kalau terpaksa duduk sendiri, pastikan anda bukan laki-laki.
Saat itu juga gantilah kelamin anda. Ini demi keselamatan.
Route menuju Bekasi kira-kira seperti ini :
Lahat – Muara Enim – Oku – Oku Timur – Waykanan – Lampung
Utara – Lampung Tengah – Pesawaran – Bandar Lampung – Lampung Selatan – Cilegon
– Serang – Tangerang – Jakarta Barat – Jakarta Pusat – Jakarta Timur - Bekasi
Di bekasi gue dijemput sahabat gue selama tiga tahun ini, andrew
si cakalang jenius.
Waktu gue nyebut sahabat itu karena kita udah barengan
selama tiga tahun. Tahu satu sama lain sampai ke kebiasaan terburuk. Bagi kami
berdua, ga ada namanya barang pribadi. Laptop, bantal, baju, celana dalem, Semuanya. Dan ketika gue nyebut cakalang jenius itu karna dia dari sulut, dan
dia jenius. Satu hal yang berkesan bagi gue adalah kemampuan dia menguasai game
dalam waktu singkat. Ya, hanya beberapa hari, tanpa tidur.
Singkatnya Kita udah temenan sejak muda praja dan sekarang Gue
nginep dirumah sodaranya di bekasi timur, bersama mama dan saudari perempuannya.
Kita putuskan malam itu kita jalan-jalan bertiga, gue, andrew, dan tante supit
yang gaul. Malam itu, gue jadi anak gahol bekasi. yeay
Monas!! itu Monass!! Yaowoh gue di monass, emak anakmuuuu....!! |
Hari berikutnya gue sampai di semarang. Di rumah kabag gue
selama menjabat di wwp sumbar, fitri namanya, cantik orangnya, Oon kelakuannya.
OTW Semarang..
Bekasi – Karawang – Karawang – Subang – Indramayu – Cirebon
– Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Batang – Kendal – Semarang
Bagaimana gue menggambarkan Fitri? She is wonderwoman versi
semarang yang multitalentpurpose. Dia bisa jadi kabag, yang berlagak atasan.
Atau menjadi koordinator, yang bloonnya kayak kader. dia bisa menjadi notulen,
mc, dan bahkan dirigen di saat bersamaan. Partner yang hebat, teman yang baik,
mungkin sedikit oon tapi dia mau untuk terus tumbuh.
Gue dijemput Fitri dan adeknya, wira. Wira ini cowok dan
beda 2 tahun dengan fitri. Tapi buat gue, mereka semacam anak kembar yang Cuma
beda isi celana dalem. Mirip abis.
Waktu itu wira lagi galau klimaks karna hari itu adalah hari
pengumuman kelulusan snmptn. Dan wira pengen banget masuk teknik sipil undip.
Pilihan keduanya adalah ITB, kalau engga salah. Pokoknya teknik-teknik juga
deh.
Siang gue sampe rumah Fitri dan langsung cabut buat
nyari gadget android yang pingin gue beli. Namanya sebagai orang udim yg jadi korban iklan. Gue ga lupa mendemonstrasikan parade "ganteng dikit cekrek" berFoto-foto di gedung gubernuran,
simpang lima dan lawang sewu.
At Gubernuran, abaikan wajah kulu-kulu |
Sorenya gue diajak keluarga Fitri buat buka bersama. Karna
gue ga bisa nolak, jadilah kami bertiga semobil yang posisinya : bonyok fitri
di depan, fitri di kanan, wira tengah dan gue di kiri. Sepanjang perjalanan
kita ngobrol banyak dan santai. Cuma wira yang
diem. Sedikit berkeringat dingin. Jelas dia tampak gugup. dari siang
nyoba buka portal pengumuman SNMPTN yang over bandwith. Sampai tiba-tiba..
Wira : “Alhamdulillahi robbil alamin, teknik sipil undip…”
Om : “ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR” sambil meletakkan kedua telapak
tangan diwajah sambil berdoa, lupa kalo lagi nyetir
Tante : “Allahu akbar, Alhamdulillah nak, selamat ya le…”
cium wajah anaknya
Fitri : “selamat ya dek, mbak tau kok kamu pasti bisa” meluk
adeknya
Gue : "yeeee" Meluk ban mobil
Canggung dalam situasi seperti itu, gue akhirnya ikutan
rangkul pundak wira dari belakang sambil ngucapin selamat. Sungguh, gue anak
pungut.
Acara makan malam jadi lebih hangat. Kebahagiaan kita
dilengkapi dengan berhasilnya wira diterima di teknik sipil Undip.
Malamnya gue diantar ke shelter bis. Disana gue udah
ditungguin uci, Partner terhebat selama berbakti di gudep hoscokroaminoto.
Menir berdarah dingin.
Kami berdua menuju malang. Di malang uc melanjutkan
rencananya kumpul dengan teman-temannya. Dan gue melanjutkan hidup, silaturahmi ke rumah Alfredo (korkares malang) dan buka bersama kontingen jawa timur. Acara terakhir
sebelum pulang ke rumah.
Perjalanan selanjutnya, adalah perjalanan menuju Rumah :
Semarang – Demak – Kudus – Pati – Rembang – Tuban – Lamongan
– Gresik – Surabaya – Pasuruan – Malang – Probolinggo – Lumajang
Alfredo Prime, Pemimpin para autobots |
#
Kadang gue ngerasa kalau gue kurang bisa membaur dengan
orang-orang di sekitar gue. Sering gue lakuin ; berkenalan, ngobrol sampe
ketawa dengan orang-orang cuma agar bisa membuat ketidaksepian atau sekedar
sebagai pemanis suatu acara. You know, itu ulah ibor.
I can to be silly, gue suka membuatnya meriah, Tapi jauh
dalam diri gue kesepian.
Semua ketidakakuran dan ketidaknyamanan yang muncul membuat
gue berpikir apakah gue ga cocok dengan mereka atau sebenarnya mereka yang ga
cocok dengan gue? semua perasaan ga
penting itu pada akhirnya akan berujung gue jadi ngerasa beda. Dan menjadi beda
punya bagian tersulit, apakah gue harus jadi diri sendiri atau harus berubah.
Coz we don’t know wether our differ are unique or freaky, do we?
Pada faktanya, menjadi diri sendiri memang ga semudah yang
diucapkan Julia Peres. Menjadi diri sendiri butuh keberanian. Berani untuk
menjadi diri sendiri, by all mean, berani berjalan sendiri.
Orang-orang terdekat kita, mereka tetaplah bukan kita.
Sedekat apapun orang itu dengan kita tetaplah orang yang berbeda. Semua yang
pernah kita alami dan lingkungan tempat kita tumbuh menentukan setiap detail
sifat yang kita miliki. Bagaimana kita memahami masalah dan menyelesaikannya,
Bagaimana kita menerima luka dan tetap
bertahan hidup, akan selalu berbeda dengan cara orang lain melakukannya. Mereka
yang berkata “aku mengerti apa yang kau rasakan” tidak pernah benar-benar
mengerti apa kita rasakan. Kalimat simpatik yang menyedihkan.
Perjalanan kali ini membawa banyak ketenangan. Seperti tidak
pernah ada orang lain, seperti tidak pernah ada masalah. Kesendirian telah
menjadi teman terbaik untuk dipeluk.
Juli, 2015
kuat juga ya nyetirnya
BalasHapus