Selasa, 14 Agustus 2012

Alasan Gue Milih Terdampar di Pulau Kelapa

"coklat tua, coklat muda, merah, kuning, hijau, apaan coba tebak?"
"Pramuka maen cat" seru tmen gue
"salah"
"Pramuka maen tongkat warna-warni" seru yang laen
"masih salam"
"pramuka maen di semak-semak, boker sambil berdarah-darah" cletuk yang laen
"apaan coba"
"terus apaan donga"
"MBAH SURIP LATIHAN PRAMUKA"

sedih gue

sering gue ditanya orang-orang "ngapain sih ikut pramuka?", atau "apasih hebatnya pramuka?". ada juga yang lebih keren "emang pramuka masih ada?". sedih juga gue dengernya. tapi its oke lah. selama mereka ga bikin gue rugi, biarkan saja menggonggong. toh mereka ga tahu yang sebenernya. dan mereka juga berhak berpendapat apapun semau mereka.

tapi yang gue sebelin justru karna gue malah ga bisa jawab pertanyaan-pertanyaan itu. misal "apa sih enaknya ikut pramuka?". nah, saat ditanya gitu gue serasa mati. ga bisa jawab apa-apa. biasanya "ya, enak aja, seru, kebersamaan, kompak, keberanian..... blablabal". suatu jawaban yang bahkan anak SD bisa melafalkan dengan fasih. dan gue ngerasa ga nyaman dengan jawaban itu.

sebelnya lagi, ketika gue dah ga mampu jawab, ato udah lebih ke "ga mau" jawab aja, percuma juga kan ngomong ama orang ga ngerti, mereka lalu menimpali "wkwkwk, pramuka ga jelas".

disana gue langsung berpikir : emang bener, pramuka itu emang suatu yang jelas bagi mereka. yang ga bisa gue terangin dengan jelas. yang ga bisa mereka mengerti dengan jels, yang ga bisa mereka pahami dengan jelas. karena mungkin kejelasan bagi mereka adalah yang berkatian dengan uang dan jabatan. kejelasan bagi mereka adalah yang memberikan banyak piala dan nilai tinggi di raport. atau mungkin juga kejelasan bagi mereka yang bisa membuat mereka keren seperti jalan sempoyongan di tengah jalan nyebarin aroma rokok campur alkohol.

gue juga sebel ketika setiap kali nilai gue merah (baca :ancur) mama gue selalu melontarkan kalimat saktinya "gara-gara kempang-kemping terus, gara-gara pramuka, sok sibuk dimana-mana". hal ini sama seperti gue sarapan nasi goreng dan mencret di skul lalu mama gue marah-marah "gara-gara makan nasi pecel, ga makan nasi goreng buatan mama, sok doyan nasi pecel". suatu hal tanpa kemiripan yang jauuuuuhhhhhh tak beralasan.

tambah sebel juga ketika kakak gue, harapan gue satu-satunya buat ngebela gue sebagai anak yang lebh dahulu merasakan punya mama sedemikian tersebut malah menjatuhkan gue. "bener ma, pasti kebanyakan maen di pramuka, jadi ga belajar". sambel

disaat itu juga gue berpikir : kenapa mereka sewot, kenapa mereka ga bisa naruh kepercayaan ke gue. gue yang jalanin hidup , gue yang tehu kemana jalan kehidupan bakal bawa nasib gue. atau emang mereka hanya menginginkan nilai-nilai besar bergulir indah di rapor, menyandang banyak pujian, sehingga lulus kuliah di universitas terkenal kemudian bingung mau cari uang dimana. seperti sarjana matematika yang jaga counter pulsa? atau sarjana fisika yang jual es degan?

sekedar klarifikasi. pas jaman gue SD sampe lulus SMP, ranking gue selalu pertama. di SMA, kelas X masih bisa nongkrong di rangking 3. semster 3-5 gue baru banyak penurunan. gue seolah bosen. gue seolah jenuh. gue seolah tersadarkan bahwa selama ini, nilai-nilai yang gue bikin adalah dibawah tekanan banyak pihak. terlebih gue sadar, nilai-nilai ini ga sepenuhnya nentuin masa depan gue nanti. karna yang nentuin adalah usaha gue menulis kisah hidup, bukan menulis nilai.

tulisan ga selesai..