Pergi untuk pindah dari Kampus Sumbar, kembali mengharuskan
gue meninggalkan sejumlah besar potongan hati gue disana. Bagaimanapun, Di Kampus
ini gue pernah naruh hati pada banyak hal. Pada WWP, setwan, fkp, ecu, terompet
gap, pada majalah bakaba, gunung, stroberi, pita, steling, pada hutang di pjp
(sudah lunas. sumpah), pada jam setinggi 4 meter, hingga pada balkon yang biasa gue
pake buat telfonan sambil berantem.
Dan memang ga semua cerita di Kampus ini manis buat gue. Beberapa
justru rasanya seperti memukul gue sampe jatuh tersungkur. Tapi, bukankah pahit
yang mebuat kopi terasa gurih?
Well, seperti netizen jawa bilang “urip iku gudu perkoro
kowe diantem terus iso mbales, tapi perkoro kowe diantem tapi sik iso ngadek
jejeg” (terjemahan : di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat).
Sejatuh – jatuhnya gue ga ada alasan buat ga mencoba berdiri lagi. That is what
strength worth on.
Keputusan gue untuk pulang naik bis salah satunya agar gue
bisa sedikit lebih pelan-pelan ngelepas potongan-potongan hati itu. Biar tidak
terlalu sakit, dan tidak terlalu tiba-tiba. Sekalian, gue berniat untuk ngerampok, maksud gue
silaturahmi, di beberapa tempat nantinya.
#
First Moving : Induk Semang ; Pesisir Selatan - Solok
Route : Kampus –Bukittinggi – agam – tanah datar – padang Pariaman
- padang – pesisir selatan – padang – solok
Pesisir selatan adalah tempat praktek lapangan 3 angkatan XXIII.
Uda Mardoni namanya, pemilik rumah semang, adalah abang paling baik sedunia.
Lajang, rajin ibadah dan ga kumisan. Cocok bagi yang mencari calon suami telat
nikah. (sorry Uda, but you already on your age)
Jadi pada kunjungan gue kali ini gue sempatin nginep semalam
di rumah uda dan ngajak uda buat main ke tempat-tempat nostalgia selama gue PL di
sana. Pantai carocok, cilok di masjid, bukit langkisau, dan tentu saja kantin
Uda Jon. Gue masih inget gimana hampir tiap hari kita ketawa bareng di kantin
Uda Jon. Dari Ngobrol Batu sampe ngegosipin pegawai.
Gue sering godain Uda Jon. Juga Istrinya. Kita tos tiap
hari, “oke fren” cletuk kami di setiap akhir sesi makan siang. Gue beneran
berasa berteman banget sama Uda Jon. Tapi saat itu, melihat Uda jon Nangis
waktu gue berpamitan, gue jadi berasa lain.
Besoknya gue sampe di solok. Di sana emang ga banyak main
kemana-mana. Tapi gue ketemu teman lama, sekaligus guru dan pembimbing. Beliau
adalah senior yang memperhatikan adik-adiknya, terutama kalau adik-adiknya lupa
mandi pagi. Bang oktaviandi namanya.
Kebanyakan temen-temen bilang gue romantis udah ngebelain datang
ke rumah induk semang. Kebanyakan dari mereka juga bilang ingin melakukan hal
serupa tapi ga ada waktu. Masing-masing ingin cepet-cepet pulang.
Buat gue, sebenarnya ga ada yang namanya terlalu sibuk.
Semua tergantung pada apa yang kita prirotaskan.
Buat gue, gue cuma ngerasa kalau kebaikan mereka udah
sedikit banyak berpengaruh dalam hidup gue. Keramahan dan keceriaan di keluarga
bapak firdaus, juga perhatiannya Uda Doni. Gue ngerasa terajarkan tentang kasih
sayang sebuah keluarga, bahkan dari orang yang baru kita kenal.
Dan bertemu dengan orang-orang ini sekali lagi, waktu itu,
gue harus sadar kalau gue mungkin ga akan ketemu mereka lagi dalam waktu yang
amat sangat lama. Jadi, ini adalah momen melepas rindu untuk menciptakan kerinduan
yang lain.
Moving : Fevtriansyah – Merangin, Jambi
Dari Solok Gue naik bis trans Sumatera yang bersahaja.
Sepanjang jalan gue tidur dengan lagu-lagu sabrina mengalun di headset.
Kebiasaan yang menyenangkan, untuk bisa tidur dimanapun tanpa merasa terganggu
dengan kebisingan-kebisingan kecil. Mungkin ini kenapa gue betah naik bis
kemana-mana.
Rute jalan yang gue lalui kira-kira begini :
Solok – Sawahlunto – Sijunjung – Dharmasraya – Bungo -
Merangin
Kira-kira jam empat sore gue kebangun karena keringetan. Bis
yang gue naikin mogok di negeri antah berantah yang panas, sepi dan tidak ada
sinyal. Gue ga tau dimana tepatnya, yang jelas gue udah berada di provinsi Jambi.
Waktu itu gue berprasangka baik, kemungkinan mogoknya
sebentar, karena penumpang ga ditransfer ke bis lain. Dari hasil menguping
ternyata kipas mesinnya mogok. Sopir dan kondektur sempat kebingungan. Gue
sebenarnya mau usul kalau kipasnya diganti kipas sate aja, tapi gue urungkan
karena takut dikira ISIS (ga nyambung).
Sambil nunggu bis selesai diperbaiki gue kepikiran bang pep.
Pep adalah Partner kerja di sekretariat wwp, juga majalah bakaba. Gue pernah
cerita tentang pep di postingan sebelumnya. Lengkap dengan fotonya ngiler di
buku tugas oranye. Tampan, mapan, Cuma agak tumpul kalo dihadapkan masalah
kesabaran.saat itu dia pastinya udah nunggu lama kedatnagan gue yang tanpa
kabar.
Gue mencoba menenangkan diri dengan ngipas-ngipasin sobekan
kardus di pinggir jalan. Ga jelas mana penumpang mana kernek.
Jam delapan malem gue baru ketemu sama pep setelah turun di
spbu bangko, merangin. Gue, pep, dan ilham oveje, bertiga kita menghabiskan
malam di kota bangko yang bercahaya. One note that jambinese cullinary has a
close taste to minangese. Elahdalah, Maksud hati mencicipi nasi goreng Jambi, apa
daya mirip nasi goreng Padang.
Gue nginep di rumah bang pep. iya, kami tidur Sekamar, seranjang,
dan kami curhat-curhatan satu sama lain. Tapi kami ga ngapa-ngapain. Sayang
banget ya, padahal pep kan ganteng banget. #eh
There we were. Hacing A talk about everything. Tentang
gadis-gadis, tentang masa depan. Dan semua yang untold tentang gue dan
fevtriansyah. Sesuatu yang lucu dan tidak biasa bisa seterbuka ini dengan fevt.
Kalau gue inget-inget pas waktu di Kampus kita jarang jalan bareng apalagi
ngobrolin di kantin. Dan sekarang kita bisa terbuka satu sama lain jadi sesuatu
yang manis.
Kadang, terbuka hanya masalah tempat dan waktu.
Gue merasa beruntung diterima di keluarga yang harmonis dan
taat. Selepas sahur kita sholat berjamaah dan nonton tivi bareng di ruang
keluarga. ayah pep sedikit banyak ngasih wejangan buat kita semua. Dari bahasan
dan cara bicaranya, gue bisa tahu kalau ini rutin dilakukan. What a family,
thanks a lot for accepting me.
Pep dan P*p |
Hal lain yang menarik dari Kota Bangko adalah jalur tiganya
yang cukup bikin nyinyir dan pemandangan kota bangko yang bisa dilihat dari area
Tower Bangko.
Moving : Alan – Lahat, Sumsel
Besoknya gue melanjutkan perjalanan menuju liang Lahat, Sumsel.
Pagi setelah berpamitan dengan keluarga bang pep, gue ditemenin Pep dan Ilham
nunggu bis buat pergi ke lahat. Berhubung tidak ada bis yang ke lahat sepagi
itu maka gue dengan terpaksa naik travel lepas. Ngengg..
Route mobil yang gue naikin kira-kira kayak gini :
Merangin – Sarolangun – Musirawas Utara – Musirawas – Lubuk
Linggau – Empat Lawang - Lahat
Di Lubuk Linggau, Mobil berhenti di sebuah loket travel
rekomendasi si bapak sopir. Gue harus turun karena mobil travel yang gue naikin
ga bisa ngantar sampi Lahat dan saran terbaik adalah transfer mobil di Lubuk Linggau.
Gue turun di sebuah loket travel dan bicara dengan bapak-bapak
penunggu loket yang bicaranya medok Sumsel. Setelah sepakat dengan harga gue
membayar sejumlah uang diberi sebuah tiket travel yang menggambarkan denah
sebuah mobil innova lengkap dengan nomor dimana gue harus duduk. Harga yang
cukup pantas untuk sebuah travel mobil keluarga.
Hal aneh terjadi beberapa saat setelahnya, si bapak
memberhentikan sebuah bis umum dan setengah terburu nyuruh gue naik bis itu.
Gue agak curiga, gue bingung apa gue harus naik apa engga. Gue pun naik dengan
agak terburu.
Ternyata bis berhenti di loket bis yang ga jauh dari tempat
gue naik. Setelah pamit sama si kondektur, gue buru-buru balik ke loket travel
buat ngambil barang yang ketinggalan karna terburu-buru. Sampe di loket, gue
yang penasaran nanya ke bapak penunggu loket..
“pak, itu mobil yang saya naiki kok beda dengan yang saya
pesan” tanya gue
“bedo aponyo? Kalau mau ke lahat ya naik itu jugo biso” Kata
si Bapak, mendengus
“tapi ga sesuai dengan tiket yang saya terima, harganya juga
harusnya kan ga segitu, ga sesuai lho pak”
Melihat gue ga terima si bapak mulai menaikkan suaranya dan
bicara sambil berdiri
“ga sesuai ga sesuai cak mano? Kalo mau ke lahat ya naik
itu, jam empat ini sekarang, kalau mau nunggu mobil ya nanti jam lima jam enam”
Kata si bapak nyolot, kali ini dengusan si bapak mulai terdengar kayak banteng
horny.
Gue melihat sekeliling, pemain catur, kartu remi, dan
beberapa teman si bapak yang main. Mereka ngeliatin gue. Suasana hening
mencekam.
Sadar dengan apa yang terjadi gue memilih untuk mengalah.
“oh iya lah pak” dan gue berlalu.
Gue udah ketipo bapak tuo. hohoho.
Sampai di Lahat gue di jemput alan. Dan setelah beberapa
momen mandi dan naruh barang kita mulai sesi eksplore lahat. Its pempek time…
^^
Si Alan fuadi a.k.a. fuad pempek ini adalah orang nomer satu
di Sekretariat. Dia pemimpin yang menjadi partner sekaligus rival yang paling layak
untuk dipertimbangkan. Cerdas, taktis, dan tulus. Dengan sifat ketelatenan alan
dan kebegundalan gue, bersama kami mengetikkan cerita-cerita indah untuk
sekretariat 23, dan calon sekretariat 24. Huahahahaa.#evillaugh
Wong Kito bersama Wong Edan (Fokus pada jam gadang Lahatnya bro) |
Ini namanya Bukit Jempol Srilo. Tuh gan, kasih jempol sama blog ini ya. (ayayay promosi) |
Lahat adalah kota yang nyaman. By all mean, jalanannya yang
mulus, pohonnya gede dan rindang. Juga makanannya enak-enak banget..
Besoknya gue berangkat dari lahat naik bis, Lewat Lampung,
dan menyebrangi selat sunda, meninggalkan Sumatera yang kece.
#
Setiap tempat dalam setiap perjalanan mempunyai caranya
sendiri untuk membekas di pikiran dan bahkan di hati. beberapa tempat memang
dirancang untuk memberi kesan unik dan ingin didatangi lagi. Beberapa lainnya
mampu memberikan ruang yang cukup untuk kita secara tidak sengaja menyandarkan
hati disana.
Kampus Sumbar dengan segala cerita yang dibuatnya menyimpan
memory bagaimana masa madya dan nindya berjalan bisa begitu manis. Sementara
setiap perjalanan yang gue buat dan gue taburi potongan hati mengajarkan gue,
bahwa alam juga bisa menjadi pendengar yang baik.
Kita semua pasti memiliki satu tempat, yang disana kita
pernah ngalamin sesuatu atau mikirin satu hal yang memiliki rasa yang dalam.
dan ketika tiba waktunya kita kembali kembali ke tempat itu, akan ada rasa yang
muncul tanpa meminta ijin. It will hit us and recall a feel to appear. Ini
seperti menabur potongan cokelat kesukaan kita di satu tempat. Ketika waktunya
kita kembali ke tempat itu kita akan menemukan potongan coklat yang kita
tinggalkan, potongan hati, yang masih terasa sama.
Negeri Minangkabau sekarang menjadi bagian dari perjalanan
hidup gue. Kebaikan orang-orangnya, kehebatan tanah beradatnya, sejarahnya hingga kemilau
alamnya seakan telah menjadi sebuah film pendek di kepala yang akan menjadi sangat
menyenangkan untuk diputar lagi dan lagi. Gue bahkan udah ngerasa kangen
sebelum benar-benar pergi dari ranah minang. I don’t know, mungkin gue emang
harus punya waktu buat datang lagi ke Sumatera Barat.
#
Gue mengawali dan mengakhiri masa nindya praja menyebrangi
selat Sunda. Ga tau kenapa lihat laut dari kapal yang goyang-goyang gitu bikin
gue jadi lebih sentimentil dan memunculkan semua menjijikan. Seperti rindu,
cinta, bahkan dendam. Semua muncul tanpa permisi. Dan apa yang bisa gue lakukan
hanyalah duduk di tepian kapal sambil memandang laut yang tak berbatas. Diam. Menenggelamkan semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar