Minggu, 14 Februari 2016

Way Back Home Part 1 : See You Again Minangkabau


Pergi untuk pindah dari Kampus Sumbar, kembali mengharuskan gue meninggalkan sejumlah besar potongan hati gue disana. Bagaimanapun, Di Kampus ini gue pernah naruh hati pada banyak hal. Pada WWP, setwan, fkp, ecu, terompet gap, pada majalah bakaba, gunung, stroberi, pita, steling, pada hutang di pjp (sudah lunas. sumpah), pada jam setinggi  4 meter, hingga pada balkon yang biasa gue pake buat telfonan sambil berantem.



Dan memang ga semua cerita di Kampus ini manis buat gue. Beberapa justru rasanya seperti memukul gue sampe jatuh tersungkur. Tapi, bukankah pahit yang mebuat kopi terasa gurih?
Well, seperti netizen jawa bilang “urip iku gudu perkoro kowe diantem terus iso mbales, tapi perkoro kowe diantem tapi sik iso ngadek jejeg” (terjemahan : di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat). Sejatuh – jatuhnya gue ga ada alasan buat ga mencoba berdiri lagi. That is what strength worth on.

Keputusan gue untuk pulang naik bis salah satunya agar gue bisa sedikit lebih pelan-pelan ngelepas potongan-potongan hati itu. Biar tidak terlalu sakit, dan tidak terlalu tiba-tiba. Sekalian, gue berniat untuk ngerampok, maksud gue silaturahmi, di beberapa tempat nantinya.

#

First Moving : Induk Semang ; Pesisir Selatan - Solok

Route : Kampus –Bukittinggi – agam – tanah datar – padang Pariaman - padang – pesisir selatan – padang – solok

Pesisir selatan adalah tempat praktek lapangan 3 angkatan XXIII. Uda Mardoni namanya, pemilik rumah semang, adalah abang paling baik sedunia. Lajang, rajin ibadah dan ga kumisan. Cocok bagi yang mencari calon suami telat nikah. (sorry Uda, but you already on your age)

Jadi pada kunjungan gue kali ini gue sempatin nginep semalam di rumah uda dan ngajak uda buat main ke tempat-tempat nostalgia selama gue PL di sana. Pantai carocok, cilok di masjid, bukit langkisau, dan tentu saja kantin Uda Jon. Gue masih inget gimana hampir tiap hari kita ketawa bareng di kantin Uda Jon. Dari Ngobrol Batu sampe ngegosipin pegawai.

Gue sering godain Uda Jon. Juga Istrinya. Kita tos tiap hari, “oke fren” cletuk kami di setiap akhir sesi makan siang. Gue beneran berasa berteman banget sama Uda Jon. Tapi saat itu, melihat Uda jon Nangis waktu gue berpamitan, gue jadi berasa lain.

Besoknya gue sampe di solok. Di sana emang ga banyak main kemana-mana. Tapi gue ketemu teman lama, sekaligus guru dan pembimbing. Beliau adalah senior yang memperhatikan adik-adiknya, terutama kalau adik-adiknya lupa mandi pagi. Bang oktaviandi namanya.

Kebanyakan temen-temen bilang gue romantis udah ngebelain datang ke rumah induk semang. Kebanyakan dari mereka juga bilang ingin melakukan hal serupa tapi ga ada waktu. Masing-masing ingin cepet-cepet pulang.

Buat gue, sebenarnya ga ada yang namanya terlalu sibuk. Semua tergantung pada apa yang kita prirotaskan.

Buat gue, gue cuma ngerasa kalau kebaikan mereka udah sedikit banyak berpengaruh dalam hidup gue. Keramahan dan keceriaan di keluarga bapak firdaus, juga perhatiannya Uda Doni. Gue ngerasa terajarkan tentang kasih sayang sebuah keluarga, bahkan dari orang yang baru kita kenal.

Dan bertemu dengan orang-orang ini sekali lagi, waktu itu, gue harus sadar kalau gue mungkin ga akan ketemu mereka lagi dalam waktu yang amat sangat lama. Jadi, ini adalah momen melepas rindu untuk menciptakan kerinduan yang lain.

Moving : Fevtriansyah – Merangin, Jambi

Dari Solok Gue naik bis trans Sumatera yang bersahaja. Sepanjang jalan gue tidur dengan lagu-lagu sabrina mengalun di headset. Kebiasaan yang menyenangkan, untuk bisa tidur dimanapun tanpa merasa terganggu dengan kebisingan-kebisingan kecil. Mungkin ini kenapa gue betah naik bis kemana-mana.

Rute jalan yang gue lalui kira-kira begini :

Solok – Sawahlunto – Sijunjung – Dharmasraya – Bungo - Merangin

Kira-kira jam empat sore gue kebangun karena keringetan. Bis yang gue naikin mogok di negeri antah berantah yang panas, sepi dan tidak ada sinyal. Gue ga tau dimana tepatnya, yang jelas gue udah berada di provinsi Jambi.

Waktu itu gue berprasangka baik, kemungkinan mogoknya sebentar, karena penumpang ga ditransfer ke bis lain. Dari hasil menguping ternyata kipas mesinnya mogok. Sopir dan kondektur sempat kebingungan. Gue sebenarnya mau usul kalau kipasnya diganti kipas sate aja, tapi gue urungkan karena takut dikira ISIS (ga nyambung).

Sambil nunggu bis selesai diperbaiki gue kepikiran bang pep. Pep adalah Partner kerja di sekretariat wwp, juga majalah bakaba. Gue pernah cerita tentang pep di postingan sebelumnya. Lengkap dengan fotonya ngiler di buku tugas oranye. Tampan, mapan, Cuma agak tumpul kalo dihadapkan masalah kesabaran.saat itu dia pastinya udah nunggu lama kedatnagan gue yang tanpa kabar.

Gue mencoba menenangkan diri dengan ngipas-ngipasin sobekan kardus di pinggir jalan. Ga jelas mana penumpang mana kernek.

Jam delapan malem gue baru ketemu sama pep setelah turun di spbu bangko, merangin. Gue, pep, dan ilham oveje, bertiga kita menghabiskan malam di kota bangko yang bercahaya. One note that jambinese cullinary has a close taste to minangese. Elahdalah, Maksud hati mencicipi nasi goreng Jambi, apa daya mirip nasi goreng Padang.

Gue nginep di rumah bang pep. iya, kami tidur Sekamar, seranjang, dan kami curhat-curhatan satu sama lain. Tapi kami ga ngapa-ngapain. Sayang banget ya, padahal pep kan ganteng banget. #eh
There we were. Hacing A talk about everything. Tentang gadis-gadis, tentang masa depan. Dan semua yang untold tentang gue dan fevtriansyah. Sesuatu yang lucu dan tidak biasa bisa seterbuka ini dengan fevt. Kalau gue inget-inget pas waktu di Kampus kita jarang jalan bareng apalagi ngobrolin di kantin. Dan sekarang kita bisa terbuka satu sama lain jadi sesuatu yang manis.

Kadang, terbuka hanya masalah tempat dan waktu.

Gue merasa beruntung diterima di keluarga yang harmonis dan taat. Selepas sahur kita sholat berjamaah dan nonton tivi bareng di ruang keluarga. ayah pep sedikit banyak ngasih wejangan buat kita semua. Dari bahasan dan cara bicaranya, gue bisa tahu kalau ini rutin dilakukan. What a family, thanks a lot for accepting me.

Pep dan P*p


Hal lain yang menarik dari Kota Bangko adalah jalur tiganya yang cukup bikin nyinyir dan pemandangan kota bangko yang bisa dilihat dari area Tower Bangko.

Moving : Alan – Lahat, Sumsel

Besoknya gue melanjutkan perjalanan menuju liang Lahat, Sumsel. Pagi setelah berpamitan dengan keluarga bang pep, gue ditemenin Pep dan Ilham nunggu bis buat pergi ke lahat. Berhubung tidak ada bis yang ke lahat sepagi itu maka gue dengan terpaksa naik travel lepas. Ngengg..

Route mobil yang gue naikin kira-kira kayak gini :

Merangin – Sarolangun – Musirawas Utara – Musirawas – Lubuk Linggau – Empat Lawang - Lahat

Di Lubuk Linggau, Mobil berhenti di sebuah loket travel rekomendasi si bapak sopir. Gue harus turun karena mobil travel yang gue naikin ga bisa ngantar sampi Lahat dan saran terbaik adalah transfer mobil di Lubuk Linggau.

Gue turun di sebuah loket travel dan bicara dengan bapak-bapak penunggu loket yang bicaranya medok Sumsel. Setelah sepakat dengan harga gue membayar sejumlah uang diberi sebuah tiket travel yang menggambarkan denah sebuah mobil innova lengkap dengan nomor dimana gue harus duduk. Harga yang cukup pantas untuk sebuah travel mobil keluarga.

Hal aneh terjadi beberapa saat setelahnya, si bapak memberhentikan sebuah bis umum dan setengah terburu nyuruh gue naik bis itu. Gue agak curiga, gue bingung apa gue harus naik apa engga. Gue pun naik dengan agak terburu.

Ternyata bis berhenti di loket bis yang ga jauh dari tempat gue naik. Setelah pamit sama si kondektur, gue buru-buru balik ke loket travel buat ngambil barang yang ketinggalan karna terburu-buru. Sampe di loket, gue yang penasaran nanya ke bapak penunggu loket..

“pak, itu mobil yang saya naiki kok beda dengan yang saya pesan” tanya gue
“bedo aponyo? Kalau mau ke lahat ya naik itu jugo biso” Kata si Bapak, mendengus
“tapi ga sesuai dengan tiket yang saya terima, harganya juga harusnya kan ga segitu, ga sesuai lho pak”

Melihat gue ga terima si bapak mulai menaikkan suaranya dan bicara sambil berdiri

“ga sesuai ga sesuai cak mano? Kalo mau ke lahat ya naik itu, jam empat ini sekarang, kalau mau nunggu mobil ya nanti jam lima jam enam” Kata si bapak nyolot, kali ini dengusan si bapak mulai terdengar kayak banteng horny.

Gue melihat sekeliling, pemain catur, kartu remi, dan beberapa teman si bapak yang main. Mereka ngeliatin gue. Suasana hening mencekam.

Sadar dengan apa yang terjadi gue memilih untuk mengalah.

“oh iya lah pak” dan gue berlalu.

Gue udah ketipo bapak tuo. hohoho.

Sampai di Lahat gue di jemput alan. Dan setelah beberapa momen mandi dan naruh barang kita mulai sesi eksplore lahat. Its pempek time… ^^

Si Alan fuadi a.k.a. fuad pempek ini adalah orang nomer satu di Sekretariat. Dia pemimpin yang menjadi partner sekaligus rival yang paling layak untuk dipertimbangkan. Cerdas, taktis, dan tulus. Dengan sifat ketelatenan alan dan kebegundalan gue, bersama kami mengetikkan cerita-cerita indah untuk sekretariat 23, dan calon sekretariat 24. Huahahahaa.#evillaugh

Wong Kito bersama Wong Edan (Fokus pada jam gadang Lahatnya bro)

Ini namanya Bukit Jempol Srilo. Tuh gan, kasih jempol sama blog ini ya. (ayayay promosi)


Lahat adalah kota yang nyaman. By all mean, jalanannya yang mulus, pohonnya gede dan rindang. Juga makanannya enak-enak banget..

Besoknya gue berangkat dari lahat naik bis, Lewat Lampung, dan menyebrangi selat sunda, meninggalkan Sumatera yang kece.

#

Setiap tempat dalam setiap perjalanan mempunyai caranya sendiri untuk membekas di pikiran dan bahkan di hati. beberapa tempat memang dirancang untuk memberi kesan unik dan ingin didatangi lagi. Beberapa lainnya mampu memberikan ruang yang cukup untuk kita secara tidak sengaja menyandarkan hati disana.

Kampus Sumbar dengan segala cerita yang dibuatnya menyimpan memory bagaimana masa madya dan nindya berjalan bisa begitu manis. Sementara setiap perjalanan yang gue buat dan gue taburi potongan hati mengajarkan gue, bahwa alam juga bisa menjadi pendengar yang baik.

Kita semua pasti memiliki satu tempat, yang disana kita pernah ngalamin sesuatu atau mikirin satu hal yang memiliki rasa yang dalam. dan ketika tiba waktunya kita kembali kembali ke tempat itu, akan ada rasa yang muncul tanpa meminta ijin. It will hit us and recall a feel to appear. Ini seperti menabur potongan cokelat kesukaan kita di satu tempat. Ketika waktunya kita kembali ke tempat itu kita akan menemukan potongan coklat yang kita tinggalkan, potongan hati, yang masih terasa sama.

Negeri Minangkabau sekarang menjadi bagian dari perjalanan hidup gue. Kebaikan orang-orangnya, kehebatan tanah beradatnya, sejarahnya hingga kemilau alamnya seakan telah menjadi sebuah film pendek di kepala yang akan menjadi sangat menyenangkan untuk diputar lagi dan lagi. Gue bahkan udah ngerasa kangen sebelum benar-benar pergi dari ranah minang. I don’t know, mungkin gue emang harus punya waktu buat datang lagi ke Sumatera Barat.

#

Gue mengawali dan mengakhiri masa nindya praja menyebrangi selat Sunda. Ga tau kenapa lihat laut dari kapal yang goyang-goyang gitu bikin gue jadi lebih sentimentil dan memunculkan semua menjijikan. Seperti rindu, cinta, bahkan dendam. Semua muncul tanpa permisi. Dan apa yang bisa gue lakukan hanyalah duduk di tepian kapal sambil memandang laut yang tak berbatas. Diam. Menenggelamkan semuanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar