Rabu, 31 Desember 2014

The Chronicles of Malaysia : Prince Kesepian

25 Agustus gue masih di IIP, masih setia dengan Fairus. Hari itu gue berencana pergi ke terminal terdekat buat beli tiket Bus ke Bukittinggi. Dan setelah jatuh-bangun, naik-turun lengkap dengan mondar-mandir akhirnya gue mendapatkan tiket perjalanan ke Bukittinggi di agen bis Terminal Kampung Rambutan. Dan gue belajar satu hal bahwa ternyata, Kampung Rambutan ternyata berbeda dengan Desa Rambutan. Kernet kopaja yang gue permisiin "permisi pak, mau turun itu di Rambutan" pasti dalam hatinya ngebegoin gue abis-abisan. Khukhukhuu





Gue beli tiket Bus jurusan Jakarta-bukittinggi , tanggal 26 agustus jam 11 siang. Harga tiketnya cuma 330rebu. Artinya gue saving 300rebu dari tiket pesawat.

Ada beberapa alasan kenapa gue milih balik nik bis. Selain biar hemat biaya, gue sebagai anak muda yang gemar berpetualang ngerasa menemukan kesempatan yang bagus untuk sekedar ngeliat kehidupan di sekitar jalanan sumatera. Lagian, gue punya paket unlimited masuk kampus nih. Yang artinya gue bebas masuk kampus kapan aja. aseek.

Pulang dari menjelajah jalanan ibu kota, alhamdulillah gue masih hidup. Malamnya gue maen ke Kamar senior gue. Dan Setelah memberikan sekotak cokelat, gantungan kunci dan sekelumit cerita, Mas gue mengeluarkan pertanyaan yang amat ga gue harapkan untuk ditanyakan : "Kenapa bukan kamu yang IIP Dek". Pertanyaan yang lebih sakit dari "Kenapa dia selingkuh dengan teman karibmu? kamu homo ya?".

Malam itu gue ga bisa tidur, pertanyaan mas senior gentayangan di otak gue. Sekitar jam satu malam gue masih nongkrong di balkon kamar, tidak melakukan apapun kecuali duduk memandang nanar kamar-kamar nindya praja putra kampus cilandak. Kamar yang pernah gue idamkan. Kamar yang gue impikan sejak awal menjadi muda praja, dan terus menjadi motivasi.

IIP adalah bagian mimpi yang tidak bisa diwujudkan. We know, tidak semua yang kita impikan bisa kita jadikan kenyataan. Sebagian karena kita tidak layak untuknya, sebagian lain karena apa yang kita inginkan ternyata tidak layak untuk kita. Dan kita tidak pernah tahu apa-apa tentang berada dimana diri kita. Apa yang gue tahu, adalah berjuang demi apa yang gue anggap layak untuk diperjuangkan. Kalau perjuangan gue tidak berhasil dengan IIP, maka IIP tidak akan berhasil dengan gue.

Lagipula, IIP ternyata tidak seeksklusif yang gue bayangkan. 'Kampus Pintar' ini punya bias pemaknaan sebagai 'Kampus Mahal', yang Tuhan tutupkan jalannya buat gue. Syukurlah.

That moment before Kalideres
with Jatim XXIII kampus Cilandak
Le me, and adik kares
Di kalideres gue menunggu bis tujuan medan yang akan berangkat jam 12, dan jam 11 gue udah ada di kios. Due duduk diantara penumpang lain yang juga menunggu. Untuk membunuh kebosanan, gue memulai kebiasaan gue memperhatikan setiap orang yang ada di sekitar gue. Satu persatu, secara mendalam.

Gue jadi inget ceritanya raditya dika di buku cinbro bab dibalik jendela. Orang-orang yang terlihat biasa saja, tidak pernah sebiasa kelihatannya. Bapak-bapak yang duduk disamping putrinya mungkin saja baru ditinggal oleh istrinya dan hendak membawa anaknya kerumah neneknya. Sepasang suami istri dan anak-anaknya mungkin saja akan berangkat kerumah keluarganya yang baru meninggal. atau sepasang abegeh yang dibelakang gue, mereka keliatan biasa, tapi siapa tahu ternyata si cewek baru saja menggugurkan bayinya.

Who knows?

Di mata gue, semua terlihat biasa.. Begitupun gue pasti terlihat biasa dimata mereka. "orang-orang tidak pernah tahu sebenarnya yang kita rasakan. meski mereka berkata aku tahu apa yang kamu rasakan tapi tidak, mereka tidak benar-benar tahu apa yang kita rasakan karena mereka bukan kita"

Tiba waktunya naik bus. Di bus gue duduk sederet dengan Pak Batak bermarga Simamora yang sedang pergi bersama istri dan anaknya karena ibunya pak Simamora ini sedang sakit keras. Mungkin, lanjut pak Batak, dia tidak akan sempat melihat wajah ibunya terakhir kali.

Gue menarik nafas dalam, orang memang tidak sebiasa kelihatannya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Jam 12 siang, bus mulai bergerak melintas dibawah panas Jakarta, diantara sesak kendaraan lain, dan macet, oh lengkapnya Jakarta. Perjalanan ke Bukittinggi akan memakan waktu 40 jam. You hear that? 40 JAM! Pantat gue pantas untuk gelisah. Gue pun memulai binsik2 pantat (seperti diam-diam mengatup-ngatupkan kalau lagi duduk). Semua ini demi pantat yang bugar dan perjalanan yang nyaman. SAY NO TO AMBEIEN, YEAAH!

Duduk disamping orang batak berarti kita akan banyak mendengarkan cerita-ceritanya yang seru. Sebagaimana orang batak kebanyakan, pak simamora memiliki suara yang kuat dengan logat batak yang kental. Persis seperti Batak yang gue kenal. Pak simamora ini menceritakan mulai dari pekerjaan pertamanya hingga pekerjaannya yang sekarang. mulai pacar pertamanya hingga istrinya yang sekarang. Sangat atraktif, si bapak mengayun-ayunkan tangganya. Kadang, kumisnya yang ikut berayun. Tentu, kita punya banyak waktu untuk membahas itu semua. kadang, gue sampe harus mati-matian buat ga ketiduran sementara si bapak Batak Berkumis Tebal ini justru terlihat makin beringas menceritakan petualangan ala-ala bataknya.

Bapak ini, selain punya banyak kisah hidup, dia juga punya semangat untuk menceritakan semuanya ke gue. Sedangkan gue, udah kayak bangau disuntik formalin. Lemes, kosong, cemburu.

Every human is actor of their life. Gue juga punya kisah hidup. Mulai dari pergi seminar ke malaysia, sampe dituduh nyolong kolornya Fatur. Bedanya, gue lagi ga on the mood buat nyeritain ke siapa-siapa. Perjalanan panjang ini lebih gue manfaatin untuk perenungan panjang. Mikir. Tentang apa yang terjadi, tentang apa yang gue alami dengan koala beberapa waktu yang lalu. Dan apa yang akan gue lakukan kedepannya.

Gue dan Koala mengalami masalah klasik menjalani hubungan LDR : susah ketemuannya. konon, sejak LDR ini pertama dipraktekkan oleh Megantropus pertama di muka bumi masalah susah ketemu ini emang udah bikin pusing. Rumah yang ga deket bikin kita harus pinter ngatur jadwal korps masing-masing. sekalinya gue bisa, belum tentu dianya bisa. Begitu hubungan ini terasa sedikit legit di awalnya.

Dan diantara tidak ketemu itu gue jadi gila. pernah saking pengen ketemunya gue naik motor sampe setengah jalan kerumahnya, padahal gue tahu dia tidak ada dirumah. gue akhirnya balik arah, pulang dengan kecewa. kecewa dengan kebodohan gue sendiri.

Di saat seperti ini, menjadi possesif adalah hal yang mungkin wajar terjadi. Merasa harus tahu semua yang dilakukan dan tidak dilakukan. semua yang dihubungi dan yang menghubungi. semua yang biasa dan tidak biasa. semua. semua tentang dia yang kita sayangi, seakan kita memang benar benar diciptakan untuk satu kehidupan dengannya. setidaknya, kita berharap demikian.

Di saat seperti ini, bertemu dengan musuh utama LDR adalah hal yang mungkin wajar terjadi : Cemburu.

Biar gue kasih tahu makna dari 'kecewa'. Yang bagian terburuknya adalah kekecewaan seseorang terhadap sesuatu justru orang itu sendiri yang membuatnya. Karena perasaan kecewa muncul saat apa yang kita hadapi tidak sama dengan apa yang kita harapkan.

Kita kecewa karena kita terlalu banyak mengharap. Kita berharap pacar kita akan menelepon balik saat kita matikan teleponnya karena ngambek. Kita berharap terbangun dengan sms ucapan selamat pagi. Kita berharap semua orang menyalami kita saat ulang tahun, atau kado spesial dari orang yang spesial, tanpa diminta atau bertanya terlebih dahulu. Kita berharap menjadi satu-satunya manusia yang ada di kehidupan orang yang ktia sayangi.

Dan saat kita sadar bahwa semua expectations itu tidak terwujud sebuah bongkahan es yang cukup besar terasa meleleh dari dalam dada.

Gue sering kecewa, mungkin karena gue orangnya perfeksionis. Di setiap planning gue bakal susun sampai ke detil-detil terkecil aspek teknis dan aspek psikologis. Keliatan ribet, tapi justru itu perjuangannya. Gue adalah tipe orang yang memandang bahwa setiap ons dari usaha kita akan diberi ganjaran yang setimpal. Dan pada saat para simpleton tidak memiliki penglihatan yang sama dan melakukan cara simple mereka,sesuatu yang tidak diharapkan.

Dan saat ini, cemburu adalah suatu kekecewaan, bahwa ada orang lain yang tidak diharapkan.

Pagi itu, Hujan turun dari langit Sumatera Selatan. kepala gue nyandar di kaca jendela mobil, seolah ingin aliran air hujan dari jendela terus mengalir ke kepala gue yang panas. Gue akui, gue jarang bisa cemburu. Pacar gue yang dulu pernah sampe protes minta dicemburuin (cewek bisa gitu ya? oalah) dan sekarang gue justru tersiksa oleh rasa cemburu.

Gue perhatikan di kursi sebelah gue, Pak Simamora sedang tidur dengan kalap. tangannya merangkul sesuatu mirip bantal, kepalanya mendongak dan mulutnya menganga. mirip kuda nil berkumis yang ditusuk cula badak di bokongnya. gue pengen ketawa, tapi saat ini gue terlalu rapuh. bahkan untuk tersenyum. Pada akhirnya gue cuma bisa nahan geli. (kumismu lho pak!!)

Perjalanan ini entah kenapa terasa kosong. Diantara riuhnya penumpang, dan kisah-kisah fenomenol pak simamora, gue ngerasa teramat kesepian. Meski dengan Hape, atau DVD yang diputar di muka bis. Seperti ada sesuatu yang mengalir dibalik tulang rusuk. Brings vacuousity. Dan gue berusaha keras untuk tidak memikirkan apa yang tidak seharusnya dipikirkan. Gue tahu, bahwa kepercayaan adalah satu-satunya yang bisa diandalkan dari hubungan jarak jauh ini. gue berusaha melupakan apa yang tertulis di BBM milik Koala, yang tidak sengaja (dan tidak ingin) gue temukan. Antara Koala dengan Dia-yang-pernah-berharap. Bertera waktu dimana kamu tidak membalas telefonku karena 'tidur'. dan semua perlakuan. dan ketidakmerasabersalahan.

I know it is rather sad and pity of me. i know it is hard to you to understand, coz everything goes unclear though you cleared it as "nothing special" and thousands of "i love you". Recovering faith requires more than just a strong heart. Nevertheless, my heart is strong enough to stand this, to stand with you in cold and bitter. all coz I've fallen too deep that i can't get any madness.

i forgive you, as the sun set in the coast i already forgive you. Now please help me cure this scar.

Dengan terbenamnya matahari di senja ini, aku sudah memaafkanmu
Bukittinggi, 03.00 WIB.

Perjalanan gue berakhir turun di Bukittinggi. Dari sini, gue masih bingung mau naik apa entar ke Kampus jam segini? Tapi Pucuk Dicinta, Tukang Ojek Tiba. Gue tiba-tiba ditawarin ojek gitu sama uda-uda. Mungkin dia kasihan kali ya lihat gue nyetop kendaraan ga jelas.

Honestly, awalnya gue takut sama uda-uda nawarin ojek jam tiga subuh. Jangan-jangan ni mas-mas homo yang lagi depresi, dan gue bakal berakhir dimutilasi? Ah, tidak mungkin, untungnya gue jelek, nih uda ga mungkin tertarik sama gue. Lalu dengan tekad yang pasti, gue memberanikan diri untuk naik nih ojek subuh. Allahu akbar!.

Ternyata pirasat buruk gue terwujud. Sekitar Lima menit setelah gas ditarik, ternyata ban si motor bocor. Healah, gue makin keringet dingin. Jangan-jangan ini modus! jangan-jangan setelah gue turun dan ikutan dorong tiba-tiba akan ada dua - tiga pria lain mengenakan topeng dan membekap gue karena mengincar ginjal gue. Huwaaa. Huffhuff. Gue gusar. Gue atur napas setenang mungkin supaya kalo beneran mau disergap gue bisa ngibrit sekenceng-kencengnya. Atau, karena gue ga jago lari, gue bakal pasang wajah melet-melet dan berjalan asimetris sambil teriak "ZOOMBIEE!!! ZOOMBIEE!! GRR". Jenius.

Ternyata tidak, setelah beberapa tempat tambal ban tutup kita lewati ternyata ga ada pria bertopeng yang menyergap gue. Alhamdulillah nyawa gue terselamatkan<= Parno

Jam 3.45, setelah mengganggu ketenangan uda-uda penambal ban yang lagi bobog, motor bisa kembali berjalan. Bergerak, terus, mengantarkan gue ke gerbang ksatriaan IPDN Kampus Sumatera Barat.



Setelah selembar dua puluh ribu gue kasih ke itu uda Ojek, gue menatap jauh ke dalam gerbang PKD. Gue diem sebentar, dan gue berpikir.

"Di hadapan gue sekarang, ini adalah cita-cita yang terwujud. No one knows what will we be through this two stars age after the this gate in front of me. Waktu akan buktikan siapa yang pantas untuk siapa"

Satu langkah mantap gue hentakkan maju.
"PRAJA!"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar