Sabtu, 24 Desember 2011

Gunung-gunungan Itu, ahaaa

di postingan terkahir gue sebut-sebut soal "gunung kembar". baiklah, ini klarifikasinya
GUE SAMA SEKALI GA PERNAH MENJELAJAH GUNUNG ITU, GA PERNAH.
maaf, emosi.
klarifikasi ini perlu mengingat ada kemunculan pertanyaan yang macem-macem. "emang gunung kembar yang loe jelajah ketinggian berapa?".... "pernah tersesat ga?". pertanyaan yang bener-bener ngehe.

nevertheless, kali ini gue pengen ngebahas tentang naek-naek ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali. bukan gunung kembar, gunung yang beneran gunung, meskipun gunung kembar juga gunung, tapi ini bukan gunung yang dipakein baju.

awal mulanya suka naek gunung ini juga ga jelas, sebenarnya. pas gue masih MI kelas 3, gunung seolah tergambar sabagai tempat angker yang haram buat gue datengin.
dimana ada banyak jin dan orang bersemedi ampe bulu pantatnya panjang. serius gue.
kalau kesana bisa ga pulang-pulang diculik genderuwo.
diasuh dan dibesarkan oleh penunggu gunung.
gila, horor banget. orang tua emang pinter banget bikin anaknya phobia.
tapi kenapa, gunung yang katanya horor malah selalu jadi objek favorit pelajaran menggambar di sekolah. lengkap dengan sawah yang luas dan sang surya di tengah2nya.
ironi, sungguh bertentangan.
tapi sebaiknya orang tua tahu, phobia anaknya ini ternyata bisa jadi maniak.

jadi pas kelas 2 SMP, teman-teman P.O. (Pencak Organisasi) ngadain yang namanya penempuhan bandana di gunung Puji. tempat dimana juru kunci gunung lamongan, mbah citro, tinggal. sempat binkin bangga juga ketika nyebutnya ala-ala cinta laura gitchu (gunung fujich), jadi ngerasa nyebutin ugnung terindah di Jepang. tapi bukan, gunung ini tak seindah Fujiyama mountain, namanya adalah Puji karna disini sering ada umat hindu yang melakukan ritual pujian-pujian.
gunung ini sih lebih mirip bukit kecil bagi gue, tapi ketinggiannya cukup memberi view yang mengesankan.
udaranya sejuk. view juga asik. bikin hatiku rianglah pokoknya. dan yang bikin seneng lagi, dari gunung puji ini kita bisa nonton gunung lamongan tepat dari bawahnya. jadinya keliatan gedhe banget. menjulang seperti tai ayam yang nyangkut di digenteng dilihat dari bawah pake teleskop bintang. bayangin dah tuch.

disitu muncul niatan gue, "gimana kalau gue ke atas aja, pasti seru". dari niatan tengil itu, dan motivasi dari kisah kakak gue yang brutal (berjalan kaki 13 jam dari randuagung ke puncak lamongan, dengan hanya ditemani 4 mie bungkus dan 2 botol aqua) gue jadi pengen naek gunung. "abang-abang gue aja pernah, gue ga boleh bikin malu keluarga". seolah 'naek gunung' udah jadi ritual suci suku bangsa gue untuk ditrima sebagai laki-laki.

jadilah di suatu hari libur gue dan 9 anak MAN yang laen mendaki gunung lamongan. dengan perlengkapan cukup. tanpa ada pikiran jelek sama sekali, mereka nyusun rencana 'sedikit uang hati senang', teori mistis yang baru gue denger saat itu.
jadilah dari lumajang kita naek angkot serabutan. bukan angkotnya yang serabutan, kitanya yang serabutan. beroperasi ala-ala punkers mau berangkat konser. stop sana stop sini. mengharap kasih Allah ada pada supir truk yang sedang melaju. dan setelah beberapa episode penuh keharuan di lampu merah dan perempatan jalan, kami sampai di bumi Klakah. melanjutkan perjalanan ke mbah citro (1 jam) dan lanjut ke watu gedhe (2 jam). menjelang jam 2 pagi, kita berangkat ke puncak lamongan dengin penuh kegamangan. salah satu anggota pendakian, yang dipercaya mengetahui arah dan tujuan pendakian, merasa salah jalan dan berniat utk "pulang saja". gue ulangi biar mantep, "pulang saja". damn man, setelah 6 jam penuh perjuangan mau loe lepas utk perjalanan ngehe yang ,setelah gue tempuh, tinggal satu jam doang ke puncak?. gue milih dikebiri deh. akhirnya gue dan Munir, BUKAN pacar gue, dengan tekad yang membara, sebagai dua putra randuagung yang macho dan ganteng abis, sampai di puncak. menyusul kemudian Tantowi dan Afif, gue ga yakin mereka pacaran apa nggak, kelihatannya sih gitu tapi..... tau ah, suudzon kan dosa.

and you know, di puncak is absolutely cool. loe bisa lihat segitiga danau mirip 3 mangkok bakso berisi aer cucian. jalan-jalan besar dari dan ke lumajang pun terlihat mungil.... hirup udara kebebasan tanpa CO. segarkan mata dengan penuh ketakjuban. dan lemes mengingat 'kita masih harus jalan kaki pulang'.

perjalanan pulang penuh ironi itu tidak perlu diceritakan detilnya. yang jelas kami sampai rumah, selamat dan tercecer.

dari sana, dari kesadaran bahwa gue-mampu-sampai-puncak, dari 6 temen gue yang laen (yang gagal), ternyata gue mampu. dan kenyataan bahwa ternyata puncak itu keren abis.

bulan bulan berikutnya. gue susun rencana pendakian bareng temen-temen pramuka SMA gue.

pendakian episode 1, cukup mengesankan, 8 orang nyasar dengan sukses.

Cover majalah Sasar : majalah beken orang kesasar
















ehh,,,, setidaknya mereka tidak di emperan toko






















tapi dari tersasarnya kami ini ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil :

1. kalau kabut jangan jalan, bisa bikin mata jereng kemana-mana
2. kalau ada tanda ikutin, karna ga selalu orang mabok yang bawa2 cat ke gunung, bisa jadi itu tim SAR.
3. ikuti kata orang tua, ngeyel bukanlah prinsip yang baik bagi pendaki daratan terjal.

jadilah, kami gagal. sekali lagi, gagal untuk berhasil. tapi kegagalan adalah sukses yang tertunda. tapi, sampai kapankah sukses itu akan tertunda? sampai hujan redakah? oh, itu jadwal penerbangan pesawat.

dengan dendam membara, gue susun rencana pendakian yang lebih mateng. kali ini personel lebih banyak. ini bisa jadi baik bisa juga petaka bagi gue. makin banyak orang yang gue bawa, makin banyak hal harus gue manage dan makin banyak resiko mesti gue siapin betul. mau cuek-cuekan sih bisa aja. tapi gue ga mau akhirnya tanggung jawab gue selaku pradana jadi dipertanyakan. jadilah gue pengayom dan motivator bagi adik2 gue yang tak berdosa ini.

berangkatlah kami.sekitar 26 pendaki cap teri ala-ala Teh Manis. membekali diri dengan seabrek nasi gulung, tenda, sleeping bag dan segenap bahan logistik lain. kami berangkat dengan awal yang baik karena gerak molor tak beraturan yang berakibat kemalaman, sampai di Watu Gedhe sekitar jam 8 malam, setelah memberanikan diri merayu mas-mas mabok yang minta bogem.

disini, kita sepakat, siapa aja yang dinyatakan mampu dibawa ke puncak, siapa aja yang ga mampu. secara psikologi, smua armada siap menjejal puncak Lamongan. nah, secara fisik nih, mempertimbangkan jenis kelamin, yang punya nikmat berat badan berlebih dan yang kakinya pengkoran. tapi kita ga bisa ninggalin -putri-putri dangdut ini ditenda sementara yang lain menyatakan sanggup untuk naik ke puncak. betapa sedihnya mereka kalau teman-teman mereka bisa kentut di puncak sementara mereka tidak? disinilah dilema itu terjadi. jreng jreng.

keputusannya : kita semua naik, ada tim joss, yang siap berada di garis depan, dan tim penyelamat (ceileh) di garis belakang. menggiring domba-domba peliharaan menuju kandang impian. sebentar, ini mendaki apa maen harvest moon?

setelah berember-ember keringat dan dan berliter-liter liur sang motivator, kita semua akhirnya sampai di puncak. dan ini bener-bener romantis. gue ga nyangka banget. gue bisa nyampe puncak, membawa sekian banyak anggota gue yang ga semuanya tergolong mampu berperjalanan jauh.
Aksi Sok Cool, padahal kebelet boker

ini bukan penampakan, kan...???


Bukan Drama Santri di Gunung





















































demikian kegembiraan gue berlanjut. kita pulang dengan selamat dan utuh. dan sejak saat itu, Teh Manis dapat berunjuk gigi. kita telah menyusun rencana untuk tanggal 1 januari 2012 nanti akan menjadi tanggal bersejarah bagi kita. gue dan Teh Manis, berjuang menjajali Semeru. the highest mountain on java island. 25 jam perjalanan dinatah setinggi 3676 mdpl. ranupane, kumbolo, kalimati, kelik, arcopodo, MAHAMERU. dimasa-masa akhir SMA yang tengil ini gue bisa menjejaki gunung indah itu. pencapaian yang gue banget.

Our Next Episode








































tapi tapi tapi. inti yang pengen gue sampein disini, bagi gue mendaki gunung bukan sekedar jalan-jalan jauh yang melelahkan dan semu. bagi gue, mendaki gunung lebih kepada latihan hidup versi mini. sekekeh apa usaha loe buat loe dapetin tujuan yang loe pengen. segigih apa loe bisa yakinin temen-temen satu perjuangan loe agar mereka juga mampu merasakan kebahagiaan yang loe rasa. seberapa tidak sombongnya loe ke alam dan pencipta alam ini. ini lebih berarti besar bagi gue.

terlebih saat abang kandung gue dengan sotoynya bertanya "apa sih enaknya ke gunung? apaan sih yang loe cari??" "abang ga pernah ke gunung kah?" tanya gue balik." pernah sih, tapi ya tetep gitu ga tahu apa maksudnya, capeknya iya". "mungkina abang ke gunung otaknya dtaruh di rumah, jadinya ga bisa mikir". gue gondok.

sedikit kurangajar emang ngejawabnya. tapi gue udah terlanjur sebel ama nada bicaranya.

bagi gue, yang terpenting dicari waktu kita kegunung adalah kepuasan batin. kepuasan menikmati apa yang telah kita perjuangkan. kepuasan menikmati keindahan ciptaan Tuhan. dan kepuasan menikmati kesetiakawanan dan berjuang bareng temen-temen terkarib.

merasakan, ketika capek dan ada teman yang menyemangati. ketika makanan loe habis senantiasa teman menawari. kekhawatiran saat teman loe sakit di tempat yang jauh dari jamahan rumah sakit. berusaha kuat melawan dingin dan kerasnya alam ciptaan Tuhan. mengingatkan betapa kecilnya loe dibanding Dia. dan semua rasa yang loe alamin ketika loe lakuin sendiri, jauh berkuadrat lipat daripada yang telinga loe dengar.

menyaksikan drama kolosal antara egoisme, semangat, dan kebersamaan yang terlihat samar untuk menjadi sangat jelas. membuka mata untuk penilaian semu. menyadari kelemahan dan kepribadian diri sendiri. di alam, singa sirkuspun akan mengeluarkan watak aslinya.

dengan excited dan penuh semangat naik ke puncak. dengan tenang, damai, dan kepuasan turun dari gunung. rasa tidak sabar menceritkan hal-hal indah kepada orang-orang di rumah. mengenang pahit manis perjalanan bersama teman. sungguh mengharukan.

jadi, ketika gue ditanya orang 'ngapain gue ke gunung-gunung?' tinggal jawab santai............. latihan kuat ngangkat dua gunung. muahahahahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar