Rabu, 31 Desember 2014

The Chronicles of Malaysia : Prince Kesepian

25 Agustus gue masih di IIP, masih setia dengan Fairus. Hari itu gue berencana pergi ke terminal terdekat buat beli tiket Bus ke Bukittinggi. Dan setelah jatuh-bangun, naik-turun lengkap dengan mondar-mandir akhirnya gue mendapatkan tiket perjalanan ke Bukittinggi di agen bis Terminal Kampung Rambutan. Dan gue belajar satu hal bahwa ternyata, Kampung Rambutan ternyata berbeda dengan Desa Rambutan. Kernet kopaja yang gue permisiin "permisi pak, mau turun itu di Rambutan" pasti dalam hatinya ngebegoin gue abis-abisan. Khukhukhuu


The Chronicles of Malaysia

Gue suka banget ke bandara. Dulu pas kecil gue paling seneng kalo udah jemput saudara di Bandara. Kemaren, gue seneng banget ke bandara waktu pertama kalinya masuk check in, waiting room, dan naik pesawat. Sekarang, excitement tersebut makin menjadi-jadi karena gue sekarang ada di Terminal International Bandara Soekarno-Hatta.

Bukan TKI

Kuala Lumpur Internatioanl Airport, Malaysia. 07:30 am

Gue sedang dalam perjalanan ke acara International Conference On Public Organization (ICONPO) di Kuala Lumpur. Saat mendaarat di Malaysia dan ngelihat gede dan fancy-nya KLIA gue kira gue bengong sendiri, gue toleh ke belakang, ternyata Fatur dan Sucia juga bengong. Kita bengong berjamaah.

Apa yang kita bengongkan adalah struktur dan arsiteksi bangunan Kuala Lumpur International Airport yang memang keren. Gede dan banyak bulenya. Eh, banyak ornamennnya (ada parabola mini yang didesain mirip jamur-jamur keren). Gue mengamati setiap detil perbedaan yang terlihat, antara KLIA dan SHIA. Mulai dari trolinya yang lebih imut, toiletnya, eskalatornya, penunjuk jalannya, opsirnya aja orang Malaysia.

Gue dan Mr. Radana.. Bukan TKI

Ini adalah perjalanan pertama gue ke luar negeri. Meski orang sering mengira gue datang dari benua Afrika tapi engga, gue ga pernah ke luar negeri sebelumnya. Disini gue bareng rombongan yang jadi peserta ICONPO yakni gue, Fatur, Sucia, Nindya regional Sulsel Ruri Hestiti, Dosen IPDN ibu Ika Sartika, Dosen IPDN Regional NTB Pak Radana dan dua purna praja angkatan XX, Daeng Alma'arif dan Uni Alfi. Dari baandara perjalanan kit lanjutkan menggunakan KLIATravel.

Acara kita digelar di Quality Hotel, KL. Setelah register dan dapat Participant Kit kita ikuti acara pembukaan yang berisi pemaparan makalah dari ketua penyelenggara tentang microeconomy empowerment di Malaysia. So far so well, otak gue masih menunjukkan level waras yang aman.

Selesai acara pembukaan gue dan Fatur menuju ke kamar buat naruh barang. Dan ternyata gue sama Fatur tidur sekamar. Ya, gue dan Fatur SEKAMAR. Ya aloh, bantu hamba menjaga kehormatan hamba.

Pengalaman ajaib gue mengikuti konferensi tingkat internasional dimulai setelah jam makan siang. Satu hal yang bikin makan siang greget adalah sebuah pojokan berisi hidangan dengan papan bertuliskan "Masakan Indonesia". Yap. Dan disana isinya adalah lalapan daun singkong, sambel, terong, dan pecel. Serba daun semua. khukhukhuu. Sebenarnya gue seneng, masakan Indonesia masih mendapat tempat disana, tapi melihat kenyataan masakannya daun semua berasa pingin ngembik sambil ngibasin ekor.

Kelompok gue ga presentasi pada sesi pertama ini. Jadi kita ikut aja rangkaian acara sekalian persiapan buat tampil besoknya. Dalam ilmu komunikasi ini dikenal sebagai 'orientasi medan' yang berisi aktifitas manggut-manggut merhatiin bule-bule ngomong, kadang ngerti kadang cuma bisa mangap sampe iler banjir kemana-mana.

Ngilmu :
Sebuah konferensi internasional terdiri dari ribuan Paper yang dikirimkan ke alamat panitia dan Sekitar Ratusan yang papernya dinyatakan layak dipresentasikan. Dalam acara konferensi internasional para peserta dibagi ke dalam kelas-kelas yang berbeda dan dalam sesi yang berbeda. Satu kelas dalam satu sesi biasanya berisi 10-15 presenter. Begitu selesai, di kelas yang sama, selanjutnya akan diisi oleh presenter yang berbeda di sesi berikutnya. Keseluruhan paper yang telah jadi bahan tulisan utuh akan diterbitkan dalam satu diktat proceeding. Keren.

Kabar gembira berhembus dari pepohonan bahwa sorenya jadwal kita kosong. Yey.

Sore itu setelah sholat ashar, gue, Fatur, Suci dan Ruri jalan-jalan mengarungi jalanan di malaysia. Dengan bermodal sotoy luar biasa kami berempat berjalan tegap ala-ala Madya Praja baru ketemu Muda, busungkan dada, naikkan pantat, dan kentut dengan terhormat, siap membela kebenaran dan keadilan. (Ninja Hatori kali)

Jalan berempat gini Entah kenapa tiba-tiba gue berasa seperti ada di film The Chronicles of Narnia, gue mengimajinasikan diri kita berempat sebagai empat anak putra adam dan putri hawa yang diutus untuk membawa perdamaian di negeri ini. uwoh.

Ruri gue imanjinasikan sebagai Susan, cewek yang matang dan dewasa. Dia akan marah kalau ada yang berani tidak mendengarkannya. yeah, menstruasi! Sayangnya Ruri engga bawa panah kemana2. Satu-satunya yang bisa dia terbangkan adalah sepatu PDHnya.

Suci gue imanjinasikan sebagai Lucy, dengan segala tingkahnya yang bikin pusing dan suka banget ngilang kalo lagi di keramaian. Ternyata suci udah ketarik ama barang2 yang diliatnya imut. Dia memang impulsif.

Fatur sebagai cowok yang membawa masalah, tapi justru masalah itu yang menjadi inti dari perjalanan, sebagai Edmund.

Dan gue, gue sendiri sempat ragu untuk menyamakan diri gue dengan Peter (william morsley) atau menyamakan Peter dengan gue. Ga ada Cocok-cocoknya. Kalaupun harus Morseley, pasti udah ketangkep musuh, terus diinjek-injek dan dicincang sama rata. Tapi ya tidak ada pilihan lain. Sebagai cowok berpostur tinggi, frontal, dan ganteng (kalau dilihat dari puncak semeru), maka gue adalah Peter (jangan ada yang muntah!)

Kalau ada yang pernah nonton Narnia pasti inget adegan Edmund hilang dan Peter mengajak dua adeknya berusaha mencari dia. Gue ngebayangin kalau hal itu terjadi sama Fatur maka yang akan gue lakukan adalah membeli ikan asin dan menaburnya di jalanan, maka kawanan Fatur (bersama Fatur, tentunya) akan datang mengerubungi.

Anyway, Fatur adalah tokoh sentral yang tersamarkan. Dia yang membuat kita mungkin mendapatkan kesempatan pergi ke seminar international. Dia yang sudah secara ajaib menyeret gue dan sucia untuk bisa pergi bareng sebagai pemakalah. Dia juga yang ngebawa braso dan setrika di kopernya. Untuk itu, marilah kita berdoa semoga amal kebaikannya diterima disisiNya. eh.

Tujuan perjalanan pertama kita adalah keluar dari hotel (ya iyalah!) dan langsung ketemu dengan jalanan yang banyak bus-taksinya daripada kendaraan pribadinya (beda dengan jalanan Indonesia). Bus yang seliweran di jalanan ini punya tulisan gede di samping badannya GO!KL dan Rapid KL (mungkin dalam dunia bis ini adalah Tato identitas mereka). GO!KL da Rapid KL adalah bis-bis transibukota, semacam Transjakarta tapi ga perlu jalur khusus dan, ehm (halo jakarta), lebih bagus.

Dari bus stop yang ada di deket hotel kita naik bus dan turun di pemberhentian yang dianjurkan oleh penumpang lain. Tujuan kita adalah KLCC atau yang biasa dikenal dengan Twin Tower (gue mau nulis TT tapi takutnya malah kebaca TETE') atau menara kembar Petronas.

Sambil nunggu bis yang mengarah ke KLCC, kita bertemu dengan ibu2 dan anaknya yang baru pulang kerja. Ternyata dua orang itu adalah ibu-anak asli dari Indonesia. Tepatnya sumatera Barat. Tepatnya Payakumbuh. Tepatnya satu kampung sama Suci. Onde mande, jumpa urang awak pula. Darisini, pembicaraan membutuhkan bantuan AlfaLink.

Kita berenam akhirnya jalan kaki ke KLCC. Sesampainya disana rame banget, kayak pasar, tapi banyak bulenya. Seperti desain pasar modern Surabaya tapi lebih bersih dan tertata. Makanan yang dijual juga banyak banget. Gue ama suci ampe susah ngiket Fatur biar ga lari-lari kesana kemari. KLCC adalah pusat perbelanjaan yang ramai di Kuala Lumpur. Di pelataran gedung ada taman dan kolam air yang nyembur goyang2 dipadukan dengan lighting dan beat2 musik yang kerennya tuh keren bingits, namanya Symponic fountain.

Disana kita duduk nonton sambil Ceikikan. Ngayal kalo dirumah kita masing-masing nantinya bakal ada kolam keren kayak ini. "aku akan pelihara anjing laut, biar bisa ikut goyang" kata Ruri. "Anjing laut? kalau gue sih pelihara Fatur aja. Mirip2 sih, tapi goyangannya lebih maut".

Lagi asyik ngakak seorang bapak tiba-tiba nyolek dan bertanya ke gue. "Dari Indonesia, dek?". "iya, pak". gue jawab. si bapak manggut-manggut.

"Indonesianya mana?" tanya si bapak, masih manggut-manggut.
"Jawa timur pak".
kumis si bapak mulai naik "jawa timurnya dimana?"
"Kabupaten Lumajang pak".
"Lumajang? Kecamatan?" kata sibapak, kini dia agak mendelik.

Ternyata si bapak ini orang asli Lumajang yang kerja di tempat makan di KLCC. Hoalah, ternyata dunia memang selebar daun kolor ya.

Puas nonton aer mancur goyang-goyang, kita pindah tempat. Sambil jalan menuju pulang, kita berhenti di tiap tempat yang kerenan dikit dan kita poto. Malam itu, kita norak dengan elite.

Oalah, ini toh yang ga bisa dibangun dua gubernur Jakarta
Sekali lagi, Bukan TKI.
Menara Petromak. eh, Petronas, ding
The Kings and Queens of Nowhere
Itu Sucia. Jangan tertipu wajah polosnya
Mumpung ga ada yang liat, muehehehehehe
Simphonic Fountain
Air Mancur Goyang
[Masih] Air Mancur Goyang
oya, ga lupa Aksi "Kayang Everywhere gue" Edisi Malaysia. ciaatt

Kayang Everywhere, Malay Edition

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Presentasi kita dimulai sekitar jam sebelas siang waktu sultan.

Dalam misi yang teramat menegangkan ini Fatur maju pertama. Dia gugur dengan terhormat.

Menjadi presenter makalah tingkat internasional tidaklah mudah. Sumpah. It,s so difficult as biting peanuts, with no teeth. Pada tiga puluh detik pertama megang Mic Fatur tampak bergoncang hebat. Gue perkirakan kekuatan getaran Fatur saat itu adalah 9 Skala Richter hingga berpotensi tsunami.

Gue dan Sucia emang udah terbiasa megang mic, tapi mempresentasikan makalah berbahasa inggris di hadapan bule itu sama aja kayak belajar mengeja huruf hijaiyah. Materi yang tidak biasa, etik yang tidak biasa, bahasa yang tidak biasa, semua menimbulkan ketidaknyamanan yang tidak biasa dari celana dalam mental.

Tapi apa yang dapatkan di akhir sesi, it is priceless. Adalah apresiasi yang tinggi dari mereka, orang-orang bule ini, para doktor dan profesor ini. "Our high appreciation for our young presenter from Indonesia, if you say that what you have done is not good enough for us i agree, but your age makes it awesome. Keep on learning, continue your research, i am pretty sure you are the great people of our future"

Mendengar pujian itu gue mimisan.

Akhirnya Packing selesai, sekarang saatnya makan siang terkhir di Quality Hotel. Ingat, ini adalah makan siang terakhir, dan apa yang kita pelajari tentang perjuangan terakhir : Kerahkan seluruh kemampanmu!. Yeah!

Jadi setelah dengan brutal menghajar bowlset-bowlset makan siang, Sepiring udang goreng, semangkok penuh ices and candies dan beraneka jus yang mungkin tersedia. We are so freaking full.

Sebelum pulang kita berburu souvenir Pasar Raya. Disini barangnya beragam dan murah-murah. recommended banget buat yang mau beli oleh-oleh. Bahasa Indonesia is also recommended here (iyo jok, kebanyakan penjualnyo wong kito galo).

Ini semua punya orang Indonesia
Perjalanan balik ke Jakarta semua terasa nyaman dan damai. Tentang dua hari berjuta pengalaman. Entah kenapa meski cuma dua hari tapi terasa lamaaa banget. Bener-bener berasa seperti di negeri Narnia, empat orang mengembara puluhan tahun di benak mereka, tapi di dunia nyata waktu hanya beberapa menit. Tidak lama. Amat tidak lama. Tapi semua pengalaman, perasaan dan impian yang terwujud semua nyata.

Disini mungkin gue belajar satu hal, tentang menjalaninya dengan sepenuh hati. Di awal perjalanan yang terasa sangat sulit dan menyesakkan (setelah puluhan kali menghadap pudir dan ratusan kali diteror Fatur). Gue juga telah mengorbankan banyak waktu dan pemikiran, uang juga harus menerima banyak omelan karena dibilang kurang perencanaan, dsb. Tapi demi apa yang gue yakini baik buat gue, demi apa yang gue anggap layak untuk diperjuangkan, gue jalani dengan sepenuh hati maka ia menyimpan cerita-cerita 'mistik' yang membuat kita entah bagaimana menjadi betah, terus-menerus penasaran penasaran dan ingin bertahan disana.

Seperti dua hati yang saling bertemu, tidak pernah langsung cocok dari awalnya. Butuh perjuangan untuk menjadikannya akhirnya 'pas' untuk kita. Dan ketika sudah merasa cocok maka waktu pun akan dipaksa untuk berhenti mengurung dua hati yang telah saling terbiasa. Lalu berpisah akan menjadi hal yang sangat menakutkan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Eh, Indonesia ga banyak berubah ya. Sejak terakhir gue tinggal masih kayak gini aja" Cletuk gue. "Kan kita emang di luar negeri cuma dua hari, kamvret. Terakhir loe di Jakarta juga cuma kemaren lusa, yang berubah cuma otak loe yang makin idiot!" Kata Fatur, Sewot.

Malam itu, bisa jadi malam terakhir kebersamaan gue, Suci dan Fatur. And i'll go back to where i supposed to be in. Thanks for all love and experiences you both gave to me, Fellas. Hope we'll meet again, in some another crazier moments. ^_^


Sabtu, 27 Desember 2014

The Chronicles of Malaysia : Fatur, Bekasi and The Holly IIP

Jadi gini, ceritanya gue dan Sucia ama Si Manusia Ikan Teri a.k.a. Fatur adalah tiga anggota Forum Kajian Praja yang rajin menulis. Fatur rajin menulis, gue rajin nyemangatin Fatur agar rajin menulis dan Sucia rajin ngingetin Fatur agar terus rajin menulis. Kami adalah tim yang rajin menulis.

Pada suatu April 2014, Fatur dengan jari - jari tangan ajaibnya telah melakukan suatu hal yang fenomenal, fantastic dan sensual dengan mengirimkan sebuah abstract tulisannya ke panitia International Conferrence On Public Organization (ICONPO) ke IV yang diadain di luar negeri. Dan.... Puja Kuda Lumping Manusia Teri, Papernya masuk kualifikasi :D

Syahdan (ciah), abstract sudah diterima dan dinyatakan lolos kualifikasi. Dan karena paper yang dikirim Fatur mengatasnamakan juga gue dan Sucia juga maka dengan terpaksa kami harus bekerjasama dan bau membau. eh, bahu membahu, ding. Lalu dalam proses penyelesaian makalah, sms-sms dari Fatur bak teror yang menghantui gue dan Sucia :

"dimana kalian?"
"aku butuh tenaga"
"cepat kesini"
"terlambat sedikit keluarga kalian mati"
"hahaha"
serem.

Fatur meneruskan perjuangan menyusun makalah yang berjudul Poverty Allevation in Nagari Tabek Panjang (terjemahan : dilarang merokok di kios bensin). Sedang Gue dan Sucia sebenarnya adalah Alfa Link dalam wujud manusia, yang lebih bertugas buat nyemangatin Fatur dan menghilang saat dibutuhkan. kita memang tim.

Syukurlah makalah yang diminta selesai. Sekarang adalah waktunya menunggu  proses penyelesaian ijin dan dana. Dan akhirnya pada agustus 2014 gue dapat sms dari Fatur yang ga kalah horornya sama sms mama minta pulsa : "Kita jadi berangkat ke Malaysia, ada dana dari lembaga buat biaya kita kesana, siapkan segala keperluan".

Siapkan segala keperluan bisa berarti menyiapkan fisik, otak, mata uang yang ga bisa dibuat beli batagor dan mental buat jadi orang terkenal. uwoh. Gue bakal jadi orang pertama di keluarga gue yang pergi ke Malaysia tidak dalam rangka jadi TKI. Dan setelah sekian lama akhirnya gue, dengan niat yang mantab dan sholat tujuh rakaat, membuka kembali makalah yang bakal gue presentasikan nanti. And yeah, gue lupa ini makalah ngebahas apa. -_-

Masalah pertama yang muncul dalam persiapan adalah ini : gue ga punya paspor.

Gue pernah dengar kalau ngurus paspor itu serem. Ribet ngurusnya, lamaaaa nunggunya. Di ruang foto kopi aja nunggunya bisa dua jam. Apa sebaiknya gue nunggu di ruang seduh kopi aja ya? ga ngaruh.

Dengan pertimbangan otak pas-pasan dan waktu persiapan yang mepet gue merasa ga mungkin bisa ngurus paspor manual tepat waktu. Gue, lebih tepatnya bokap, mencari jalan keluar yang lebih pintas.

Dan setelah upaya pembuatan paspor kolektif  ga berhasil, dengan waktu kurang dari seminggu gue harus udah beres ngurus paspor. Khukhukhuu. Yawes daripada entar di Kuala Lumpur gue ditangkep pak cik opsir karena dikira TKI ilegal, maka gue meluruskn niat buat urus paspor di kantor imigrasi Jember. Dan benar, kesempitan gue jadi kesempatan yang heboh bagi Calo-calo kantor imigrasi. Yah, mau gimana lagi, namanya juga butuh, gue akhirnya milih bikin paspor yang bisa jadi sehari (dan ternyata bisa, ini nyata, sodara sodaraa). Dan tebak biayanya sampai enam kali lipat harga seharusnya. sadis.

Sempat ada perseteruan antara gue dan bokap, dimana gue manteb mau ke Jakarta sendirian dan papa yang kebanyakan nonton acara berita TV O*E. Gue yang lagi baca-baca makalah disamperin papa yang tiba-tiba bertanya "Nanti dari bandara Jakarta kamu kemana?", gue yang otak masih penuh sama Latar Belakang dan Analisis Data jadi bingung dan gelagapan. Maka untuk menghindari bokap yang panik anaknya jadi tunawisma ibukota gue bilang ke papa.

"Tiket pesawatnya kan masih tanggal 21, sedangkan kampus IIP buka tanggal 23, jadi nanti dari bandara rencananya mau ke rumah temen dulu di Jakarta" gue nyebut kata 'rumah temen di Jakarta' sambil otak gue mikir siapa temen gue yang rumahnya di Jakarta.

"Sama siapa kamu?" tanya papa. "Sendirian, pa"
"Sendirian?"
"uhh, iya, sendirian"
"Memangnya kamu tahu jalan keluar dari bandara?"
"kan ada Damri pa"
"kamu tahu jalan ke Lebak Bulus?"
"Kan sopir angkotnya tahu"
"Kamu tuh ya, kamu tahu gak di berita tadi pendukungnya Jokowi akan demo, tahu kamu?!" papa tiba-tiba sewot. "i, i, iya pa"
"Nanti kalau jalan dari bandara banyak perusuh kamu mau kemana?"
"ya, anu pa, nyari jalan yang aman"
"jalan aman kemana?"
"ya ga tahu, liat nanti aja, tanya-tanya"
"kamu tuh ya, demo rakyat itu berbahaya, banyak perusuhnya, ini yang mendemo ini kekuatan Rakyat!" bokap gue emang Jokowers sejati. "nanti kalau kamu kamu ga bisa keluar dari bandara dan mati dalam kerusuhan itu gimana?! pikiranmu begitu pendek, anak muda, kurang persiapan! pokoknya kalau nanti ada ribut-ribut di bandara kamu harus langsung sembunyi, cari tempat aman dan kalo perlu cari penginapan sampai kerusuhannya hilang". Bokap mulai terdengar seperti aktifis 1998 yang bercampur dengan adegan chaos World War Zombie. Bahaya banget!
"i, i, iya pa. siap"

gue nelen ludah.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Paspor di tangan, gue berangkat ke Jakarta dengan tiket Surabaya - Padang via Jakarta yang udah terlanjur gue beli (iya, emang bego). Gue mendarat di Soehat dan lanjut naik Damri tujuan Lebak Bulus, trus naik bis jurusan Bekasi Timur, ke rumahnya Mpok Nabire, eh, Nabila. Setelah upaya membujuk Yogi dan Anam berakhir PHP. Kamvret!

Sampai di Bekasi Timur Gue disuruh nunggu di BTC agak lamaan dikit. Yawess gue makan dulu di sana. Dasar emang ga pernah ke BTC dan bingung nyari pojokan tempat makan, gue masuk aja ke restoran cepat saji yang ada di bagian luar gedung.

Gue kasih loe satu pengertian yang mendalam. Junk artinya sampah, dan Food artinya makanan. maka kalau digabung menjadi sebuah istilah Junk Food atau makanan sampah. Dan ternyata, rumor junk food itu benar adanya, kawan, makanan yang gue pesen nasinya basi. Oh my god dragon (astaganaga), Ga mood buat makan apa-apa lagi, gue akhirnya bertahan dengan sepotong paha ayam krispi.

Setelah beberapa tetes iler, Nabila datang dengan mobil, diajudani dua nindya antah berantah yang 'pecah' abis. Malam itu, isinya ketawa mulu.

Nabila alias Nabire alias Nabihun alias Nabinal alias Bela adalah (dulunya) temen sekelas gue yang rumahnya di Bekasi Timur. Sebagai teman sekelas yang juga temen sederet (dulu kebiasaan kami dikelas suka duduk berderet gue, Andrew, Fairus, Daud, dan Nabila. Sengaja lurus dan rapat di shaf paling depan biar pahalanya banyak) gue punya kenangan-kenangan manis sama dia. Salah satunya adalah momen dimana gue ngebangunin dia lagi tidur tertunduk di sandaran tangan, dan Nabila bangun dengan anggun sambil ilernya mengalir berjatuhan. Anti mainstream.

Kenangan lain adalah setiap kali ujian gue, Nabila dan Fairus selalu jadi orang terakhir yang tinggal dikelas. Biasanya, kalau sudah sampai di 20 menit terakhir kita bertiga akan saling pandang dengan pandangan 'awas loe ngumpulin duluan' yang biasa dibalas dengan pandangan 'iye, gue juga belum selesai'. Begitulah kami biasa berbicara dari hati-ke-hati sebagai Penghuni Terakhir.

Dan sekarang Nabila melanjutkan semester 5 di kampus IIP, meninggalkan gue dan Andrew. #LaguGugurBungaMengalun

Hari kedua gue di Bekasi, gue mengarungi jalanan Bekasi mencari rumah Bebi (namanya Nur Islamiah, ga ngerti juga Bebi-nya dari mana) nganter surat cuti Emil.

On the way there, di atas motor gue berpikir, Bekasi jengah ya.

Gue ngerasa ada sesuatu yang biasa gue temukan di Lumajang (bahkan di Bukittinggi) yang ga ada di Bekasi. Seperti atmosfir yang berbeda masuk ke dalam kepala, membawa hawa Kosmopolit yang menjengahkan. Gue kira, gak semua manusia bisa hidup ditempat kayak bekasi. Perlu kemampuan khusus, seperti bernafas lewat kuping, atau sebagainya. Ternyata gue salah.

Bekasi memang kota yang beda dengan tempat hidup gue. Udaranya panas. Mobil-mobil bergerak ga lebih cepat dari suster ngesot. Sungai yang mengalir berwarna hijau tosca berbusa. Gue sempat mengira itu adalah aliran ingus maha besar, ternyata gue salah karena sepanjang aliran itu gue lihat orang-orang mengambil air minum, mencuci baju, dan membuang hajat. Romantis.

Gue pikir, lingkungan kosmopolitan seperti Bekasi hanya bisa ditempati oleh 'orang bekasi'. Tapi gue harus inget bahwa diantara orang-orang Bekasi ini dulunya adalah orang sumatera, orang sulawesi, atau orang Jawa kayak gue.

Orang-orang yang baru tinggal di Bekasi, mungkin mereka pun menemukan kejengahan. Mungkin mereka merasakan keasingan. Atau mungkin meraka merasakan anxiety karena ada harapan yang menjanjikan untuk tinggal di Bekasi. Suatu harapan yang membuat mereka berpikir bahwa Bekasi adalah tempat yang pantas untuk diperjuangkan.

Lalu mereka melakukan penyesuaian. Penyesuaian-penyesuaian yang tidak mudah, yang membuat diri mereka akhirnya terbiasa dengan Bekasi, begitupun Bekasi menjadi terbiasa dengan mereka. Mungkin, untuk bisa tinggal di tempat yang baru, kita memang perlu melakukan penyesuaian.

Seperti berpindah hati.

Seseorang yang baru berpindah hati tidak akan menemukan kenyamanan yang sama dengan hati yang dia tinggali dulu. Ada beberapa perbedaan yang tidak berarti ketidaknyamanan hanya saja membuthkan penyesuaian. Sehingga waktu membawa kita menjadi terbiasa. Dan mulai untuk tidak ingin meninggalkan.

Mungkin, gue cuma belum terbiasa.

Sekitar dua hari gue dirumah Nabila dengan nyokap yang baik banget dan bokap yang gokil abis ditambah adek-adeknya yang nyunyu luar biasa bikin gue nyaman disana (terutama karena ada kurma setoples). Di rumah Nabila gue juga dibikin rame temen-temennya nindya juga.

Berangkat ke kampus IIP di Cilandak. Nabila yang nyetir. Gue sih tenang-tenang aja sampai akhirnya gue tahu ini pertama kali dia bawa mobil di jalan tol, gue dzikir.

Di kampus IIP, banyak emosi bertemu. Rasa pernah berambisi untuk bisa kuliah disini, rasa rindu dengan teman-teman lama yang akhirnya ketemu disini, dan rasa takjub atas mereka yang bisa berada di kampus ini. Lebih dari itu, gue merasa cuma sebagai tamu disini, gue gagal buat bisa lanjut di IIP. Sosok tidak layak yang disambut senyum dari mereka yang masih percaya bahwa gue ikut ke IIP.

Malam itu, setelah pertemuan dengan mereka yang akan ikut terbang besok, gue dan fairus menikmati malam panas pertama kampus Cilandak. Hanya pertama, tanpa baju. ya, benar-benar PANAS! (arti sebenarnya, tolong jangan salah paham)


Rabu, 10 Desember 2014

Bangun Bangun Tua

05.03 am. Dec 10th 2015
at Bukittinggi
Gue Bangun, dan gue tua..... #anotherbirthdaystory

Setiap orang punya caranya sendiri untuk memaknai hari kelahiran mereka. Ada yang suka ngerayainnya rame-rame sama temen-temen, ada yang bikin syukuran sambil ngundang orang-orang ngaji, atau ada yang memperingatinya dengan mandi air ketuban, biar berasa terlahir kembali. ekstrem.

Masing-masing dari kita, punya cara masing-masing untuk merayakan ultah. Itu karena cara kita memaknainya yang juga 'masing-masing'.

Temen gue pernah bilang, kalau "Hari ulang tahun adalah hari dimana kita wajib membuat sebuah permohonan doa yang pasti dikabulkan karena Tuhan akan mengingat hari dimana Ia memberikanmu kehidupan". Teori yang aneh. Saat itu dia cerita kalau dia pernah minta Tuhan menjadikannya anak yang pintar di ulang tahunnya ke 12. Dan saat gue tanya kenapa dia masih bego baru dia percaya kalau teorinya salah.

Buat gue, hari kelahiran adalah hari untuk merenungkan eksistensi kehidupan. Kenapa dan kemana gue hidup. Back to basic questions, about what is life? and what is the purpose of this existance. Dan setiap tanggal 10 desember, otak gue mencret mikirin yang beginian.

Dulu waktu kecil setiap tanggal 10 desember gue ngerasa seneng banget. Seakan hari itu adalah hari spesial karena nyokap bakal ingat hari dimana dia ngelahirin gue dan seisi rumah bakal mengenang hari pertama kali mereka denger suara tangisan gue. Orang-orang akan mengucapkan selamat dan ngasih doa buat gue. Biasanya, dibangun pagi di tanggal 10 desember gue akan senyum-senyum sendiri, ga ngomong sama siapa-siapa. Biasanya gue akan harap-harap cemas sampai siang, menunggu siapakah orang pertama yang bakal ngasih ucapan ke gue. Sampai akhirnya gue  ngambek dan protes karena ga ada yang ingat kalau hari itu adalah hari ulang tahun gue "Mama ga inget ulang tahun aku! aku ini anak siapa ma?!". Dan berakhir digampar.

Gue inget hari dimana gue ultah ke 17. Woah, gue seneng banget. Gue ngerasa jadi orang paling dewasa. Mungkin karena keseringan baca TONTONAN DEWASA 17+ ONLY. Sebentar, ngomong-ngomong itu tontonan apa ya? ah, lupakan. Gue berpikir kalau gue udah 17 tahun dan gue bisa nyium cewe sekarang. Tapi kenyataannya boro-boro nyium cewe, ketemu cewek yang gue taksir (secara diam-diam, cemen, absolutely) paha udah gemeteran. Ternyata bertambah dewasa ga sesimpel bertambah umur.

Gue juga inget, 10 desember 2011, adalah pertama kalinya gue ngelahirin blog freak ini. Dengan bantuan dukun beranak dari seberang sungai. Gue inget postingan pertama adalah tentang diri gue sendiri. Tentang zodiak, nama, sejarah, latar belakang dan rumusan masalah. Eh, itu makalah, ding.

Buat gue, robizamzam.blogspot.com punya arti yang besar. Di blog ini gue simpen banyak cerita-cerita dengan potongan hati yang berwarna warni. Yang sebagian orang bisa merasakannya, sebagian lain hanya bisa melihat tulisannya yang berkilauan. Keabsurdan, kegilaan, dan sebagian kejeniusan (baca : idiotisme) gue tuangkan di blog ini dengan harapan suatu saat dapat kembali untuk membacanya dan mencicipi rasa potongan hati yang tersimpan didalamnya.

Hell yeah, blog ini udah nemenin gue selama tiga tahun lebih. And thanks for all readers, yang pernah mampir (sengaja maupun engga), makasih banget karena udah jadi bagian dari cerita gue. :)

Well, desember tahun ini usia gue udah 21 tahun. Seneng, udah ga jadi bocah ingusan lagi. Masih awkward, tapi tidak ingusan. Sedih karena di usia ini ternyata gue belum 'bikin' apa-apa. Belum berkarya sedikitpun, belum ada kebanggaan. Makanya, di usia ini gue mencanangkan resolusi gue untuk membuat sebuah karya. Bikin buku, bikin video, atau bikin anak. Eh, yang terakhir gausah, ding.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Special notes : untuk ultah gue tahun ini gue dapet kado dari Koala dan adik kabs gue Dwi, Dua buah kue tart unyu dengan nama gue tertulis "BEE :* " dan "Kanda Kabs Andolen" diatasnya. Sayang, kue yang maha unyu harus berakhir dengan kebiadaban Jancukers XXIII & XXIV. JAUH JAUH KALIAN DARI WAJAH GUEE!!


Kue Tart Krim Tebel, Calon Korban...

Semua ini punya gue, PUNYA GUEEEE.....

Koala and Me :) ... (iya, gue juga make kerudung)

Nindya coret, Madya menyesuaikan. Hubungan harmonis. :D

Such a lovely jancukers..... :*