Jumat, 28 November 2014

Time to Move (up)!

Apa jadinya kalau Galilea Gelilei tiba-tiba muncul di Florida di masa sekarang. Dia pasti kaget, dia pasti menganga tidak percaya, dia pasti nangis sesenggukan, atau mungkin sambil nyanyi "i am sexy and i know it" dengan logat madura. Dia pasti akan sangat terharu karena celetuknya tentang poros bumi telah membuat manusia dapat menjelajah angkasa. Tapi siapa sangka kalau ternyata celetuk jenius Galileo justru membawanya ke tiang pasung gereja saat itu, yang menyatakan temuan Pak Brewok Galileo bertentangan dengan prinsip gereja. Kalo gue berada diantara hasil proses berpikir otak gue dan tiang gantungan mungkin akan berakhir dengan " ampuun mas, ampuun mas, saya tadi salah ngomoong, khukhuuu, sepuranono akuuu" dan lari ngibrit.

Orang seperti Gelilea tidak hanya berani menemukan adanya 'perubahan', dia bahkan memperjuangkan perubahan itu. Dia memperjuangkan yang dia yakini benar. Meski ia tahu apa yang dia lakukan sangat berbahaya. Uuh, keren ya!

Gue sendiri termasuk orang yang gampang menerima perubahan. Buat gue, perubahana adalah hal yang tidak bisa dihindari, apalagi disesali. Jadi just face it!

Life is like a comic, yang segmen-segmennya terbagi dalam chapter-chapter yang memiliki cerita dan moral story yang berbeda di tiap chapternya.

Waktu gue menerima kabar gue lulus pantukhir IPDN, hal pertama yang ada di kepala gue adalah ucapkan selamat tinggal untuk dunia mahasiswa yang indah. Kenyataan yang harus gue hadapi, gue bakal berubah dari seorang mahasiswa biasa menjadi seorang Praja yang dari bangun tidur sampe ketiduran ada peraturannya. Ini serius, ada peraturanny! dan gue sadar kalau berubah berarti berganti. Berganti gaya, berganti cara, berganti pola pikir, berganti rutinitas. Berpindah dari satu kebiasaan ke kebiasaan yang lain.

Semua pasti pernah jatuh cinta. Di saat awal-awal kita jatuh cinta kita merubah perasaan kita ke seseorang dari biasa ke suka, lalu tiba-tiba suka banget, sampe ga mau lepas. Dan hal yang sama terjadi saat putus cinta, dan kita harus kembali perasaan dari sayang banget, perlahan menjadi sayang aja, dan mungkin tidak butuh lama menjadi biasa saja. Kita mungkin tidak akan menyukai perubahan, mengganti kebiasaan berarti memaksa diri untuk beberapa penyesuaian baru yang tidak mengenakkan. Tapi kita bisa berdiam diri disatu titik yang (jika pada kenyataannya) tidak diperuntukkan untuk kita. Kita harus pindah. Thus, kita harus berani untuk berpindah.

Malem minggu sebelumnya gue dan beberapa Praja diundang ke acara malam keakraban salah Perguruan Tinggi di Bukittinggi. Disana gue melihat temen-temen mahasiswa-mahasiswi luar yang obviously terasa 'beda' sama gue. Cara mereka dandan, cara mereka ngomong, cara mereka goyang sambil ngebas-ngebasin rambut (dan air menetes dari bibir), semua perbedaan yang membuat gue merasa ada sesuatu yang saling tidak ada diantara kita. Sesuatu yang membuat mereka bisa menikmatinya hingga ngelumping kesana-kemari, sesuatu yang membuat gue tersenyum dan tepuk tangan.

Mulai jaman gue SMP gue sering jadi panitia pentas seni. Sampai SMA gue sering jadi yang ribet nyiapin band-band yang mau tampil. Dan lanjut di IPDN, dunia gue ga lepas dari seksi acara. Dan setelah dua tahun lamanya hanya bisa melihat dunia dalam IPDN, gue akhirnya bisa nonton lagi acara pentas seni yang diadain di luar kampus. Serasa ada keanehan yang sangat mengganggu saat gue mendengar bunyi2an yang masih sumbang belum di set, atau bunyi drum yang dipukul-pukul sesaat sebelum acara mulai. Belum lagi pemain bandnya dengan setelan celana pendek, dan pake sandal jepit.

Saat acara dimulai, ada acara buat narik salah seorang ibu dosen kebanggaan untuk nyanyi di pentas, sang ibupun nampak sudah tahu akan adanya rundown acara tersebut, tapi tetap ga nyiapin lagu buat dinyanyiin. Parahnya, pengiring musiknya cabutan dan ga tahu mau ngiringin apa. Suasana konser mahasiswa berubah nuansa menjadi karaoke ibu-ibu sosialita. Kocok arisannya buuu.......

ehm..

Gue tahu, semua itu lumrah dan terjadi di mayoritas lingkungan kita. Gue mungkin pernah menjadi pelaku dari kesalahan yang serupa. Tapi ada sesuatu yang mengganggu perasaan gue. I dont know, seakan perfeksionisme yang menguat, yang tidak terbiasa dengan kesalahan-kesalahan panggung yang dahulu justru biasa gue lihat.

Dijalan pulang, gue balik ke bis, duduk di kursi yang sebelahan sama andrew. We talked, tentang apa yang baru saja terjadi. Dan ternyata, gue dan Andrew merasakan hal-hal yang sama. Strange, tapi kita tahu kita pernah sekali terbiasa dengannya. "mungkin karena kita sudah terbiasa dengan pola kita di IPDN bi, parameter kita berubah, sadar atau ga, level permainan dan sudut pandang kita udah ga kayak dulu lagi"

Yeah, Tanpa gue sadari, gue berubah dari dalam. All the ideology and parameters, have been changed by time. And i have no worries. I am fine with the wind of change.


Kamis, 27 November 2014

Suatu Hari di Bulan Agustus, Suatu Pagi di Kawah Ijen.....

Pagi itu gue menerima perintah dari Komandan Jenderal Pasukan Pedagang Rokok (Danjen Pasang Rok) M. Zainudin untuk pulang dari Pasrujambe-Randuagung (37 KM) dalam waktu sepuluh menit. Permintaan yang bahkan Rafael Nadal pun tidak akan mampu untuk itu. (eh, dia pembalap bukan sih?). Ini semua karena kedodolan gue yang lupa kalo hari itu, hari yang gue sama temen-temen sepakati untuk naik ke kawah ijen, adalah hari dimana ada acara halal bi halal hos.cokroaminoto. Dan gue berani janji ke mereka bakalan pulang jam sebelas karena yang gue denger acara halbil dimulai jam delapan. Tapi yang namanya kumpul 'keluarga', suka bikin lupa waktu (dan lupa diri). You know, nothing better than a big big family gathering. terutama saat gue tahu kalau hari itu hari ulang tahun Tio, semua jadi beringas, air liur mengalir di bibir. IKAT DIA, ANAK-ANAK!

Ngomong-ngomong, terimakasih banyak buat keluarga Abimanyu, n HBD Tio. Wish you all the great, dude :)

Lanjut


Untunglah gue pernah menjadi pembalap nasional kelas sepeda ontel dan berhasil mendarat dengan selamat di randuagung dalam...... tiga jam. muehehee. Sesampainya di randuagung udah jam empat sore, gue langsung masukin beberapa makanan, minuman dan cacian dari mereka yang udah nunggu dari jam sebelas siang ke dalam tas carrier. Nyokap gue emang baik banget. You know, pas gue minta tolong nyokap masukin dua ketupat ke dalam tas, ternyata ternyata nyokap masukin dua belas ketupat, plus 6 biji telor rebus, dan kecap manis cap sate. "dibagi sama teman-temannya, siapa tahu mereka lupa bawa". 'siapa tahu mereka lupa bawa', yeah, you are always the greatest, mom. :')

Berangkat ke Bondowoso, hari udah jam lima. Sore itu, langit terasa indah.

Perjalanan gue ditemenin enam remaja tanggung (dibilang desa gayanya harajuku, dibilang kota style belum nyampe) menuju Kawah Ijen diawali dengan nyetir motor Lumajang-Bondowoso, 92 KM. Kita istirahat isi bensin di POM Bondowoso karena itu adalah POM BENSIN TERAKHIR, juga MAKAN CILOT TERAKHIR. Dan perjalanan dilanjutkan ke pos Paltuding, 68 KM, lewat hutan-hutan. Kalau cukup beruntung (baca : engga nyasar) anda tidak akan melalui sawah. Sampai di Paltuding jam di tangan gue menunjukkan pkl 23.11WIB. Disini kita numpang tidur di tenda PMI yang dibiarkan kosong. Brrrrrrrrr....

Yang berkesan dari perjalanan panjang ini, selain bisa bikin pantat jadi sixpack, adalah setelah secara tiba-tiba, entah bagaimana motor kami sampai di sawah-sawah, dan harus nyebrang sungai.  "Wah, jauh sekali nyasarnya, mas. Harusnya belok kiri di simpang jalan besar tadi. Kok bisa sampai disini, tanya siapa mas?" kata warga yang gue tanyai, "Google Map!" jawab gue, PD, padahal lagi nyasar. khukhukhuu

Tips perjalanan menuju Kawah Ijen (Lumajang-Paltuding) ala iBor :
1. Siapkan pantat yang bugar
2. Bagi pejalan kaki siapkan kaki cadangan. Minimal selusin
3. Penuhi tangki bensin dengan air bensin, bukan dengan air kencing (pokoknya jangan)
4. Gue bingung dengan cara kerja Google Map, dia bisa mengidentifikasi mana jalan mana bukan jalan, sekalipun jalan setapak, sekalipun jalan setapak menuju sawah-sawah. !. Mending tanya orang atau bawa kuali isi air kembang. Seriously
5. Carilah teman perjalanan yang mau diajak gantian nyetir.. T_T

..............................................................................................................................................................

"Ndan, mau naik ke kawah jam berapa?" tanya gue ke Danjen Pasang Rok kebanggaan. Pagi itu gue bangun lebih awal
"hmm... jam satuu ajahh.... hmm... tadi kan udah diomongin" jawab dia, setengah ngigau (setengah lagi ngiler)
"yaudah ayok"
"emang sekarang jam berapaaaah?"
"jam dua lewat sepuluh"
"Hah? woi woi, bangun woi" kata dia, panik
"hoamm" satu per satu mereka terbangun, menguap dengan indah
"hmmmmmbbrrttt" bunyi serangan fajar

Pagipun berlangung panik, dan bau....

Jam dua pagi kita buru-buru berangkat ke bibir Kawah, dengan tekad bisa foto dengan Blue Fire. Sampai di kawah, emang ada Blue Fire, emang sih bisa foto, tapi kok Blue Fire ga keliatan di foto? KAMERANYA BUKAN DSLR... oh, nasib.

Jalan ke kawah cukup bagus, mulus, kayak pahanya Nagita Slavina sebelum tumbuh bulu. mungkin karena jalan ini emang biasa dilalui para penambang belerang. Jadinya gampang dan enteng untuk di didaki. Sepanjang jalan gue melihat banyak pendaki amatir yang mencoba mengisi liburan dengan naik gunung. Gue lihat ada beragam bentuk dan warnanya. Ada yang celana jeans komprang pake singlet, ada yang Skinny Jeans warna Pink kacamata gelap, dan adapula yang pake hotpans bahan jens biru. Entah apa yang  dilakukan cewek ini di gunung dengan hanya hotpans di selangkangan. Mungkin, masa kecilnya dibesarkan oleh kepiting laut, yang ga ngerti bedanya pantai sama gunung. gue, melihat pemandangan ini, cuma bisa berharap nih cina-hotpans-pendaki-gunung ga diculik macan buat diemut.

Jam masih setengah lima, di bibir kawah yang rame banget (sekilas senter2 terlihat lebih mirip pasar malem pake strongking) gue menunggu dengan setengah menahan meler, tidur nyelempit diantara celah-celah dinding kawah biar ga terus-terusan kena angin. Gue berasa jadi bangsa Tsamud.

Matahari mulai terbit, dan gue memutuskan untuk menghangatkan badan dengan jalan-jalan cari titik tertinggi dari bibir kawah, berharap bisa mendapat sesuatu dari sunrise pagi ini. Disini, lagi-lagi, gue terdiam sejenak, termenung, dan tersentak akal dan batin atas keindahan alam yang Tuhan hamparkan di depan mata ini. Duduk terdiam di bibir kawah, kembali menatap takjup sebentang kawah berwarna hijau tosca, berlatar barisan pegunungan dengan cahaya pagi yang sayup beranjak terang, mengkilatkan cahaya-cahaya dari dasar kawah. Lagi-lgi gue berpikir, "apa yang gue cari ke gunung" sekarang terjawab. The infinite serenity.

Mata terus terpaku terpukau, Matahari yang terus meninggi, angin berkecamuk, mengusir awan menampilkan sosok-sosok penambang belerang di lingkaran kawah yang mengumpulkan belerang dari sumber belerang di sekitar kawah, lalu mengangkutnya dengan keranjang, dengan tubuh ringkih nan tua, berjalan menuruni Gunung Ijen untuk ditimbang dan menerima upah yang tak seberapa. Sebagai seorang yang sentimentil hati gue agak lirih melihat pemandangan bapak-bapak ini.
Engga tega aja. Disisi lain pekerjaan mereka yang berat dan berbahaya posisi mereka diremehkan oleh sebagian orang lain. Mereka, bukan seonggok daging yang seharusnya di hina. Mereka, manusia bermartabat yang menghindarkan diri dari kenistaan meminta-minta, mencari nafkah meski harus bertaruh jiwa. Mereka mungkin tidak akan hidup lebih lama dari seharusnya. Gas Sulfur tentu telah memberikan damage serius untuk kesehatan paru-paru. But, they dont complain. They even Never care about what will happen to their health. All they know is to work and paid. Demi cinta mereka, demi keluarga mereka.

Keindahan dan kearifan ini, adalah harta karun pada pendakian gue kali ini. Andai manusia tahu, andai manusia mau sedikit melihat, dunia tidak selalu dipenuhi oleh sampah, atau orang-orang yang berkelakukan sampah, lalu kita bisa bersama-sama melihat setitik surga yang Tuhan turunkan di bumi Pertiwi, maka mungkin manusia akan sadar, keindahan hidup belum lah sirna.

...................................................................................................................

Sebelum pulang gue beli dua buah suvenir yang dijual di bibir kawah sebagai oleh-oleh. Satu buat di kamar gue, satu gue pengen gue kasih koala.

Ternyata, banyak kejutan yang diberikan oleh suvenir belerang ini yang indah dan sekaligus mengerikan. Selain gampang pecah (banget),  belerang juga memberikan aroma yang teramat khas. Khasnya itu ya ..... khas. Khas belerang. Ada yang ga tau bau khas belerang gimana? coba cari kucing betina. Pastikan kucingnya lagi hamil dan pengen kentut, pas dia kentut, nah, rasakanlah sensasinya. Pas gue berikan hadiah gue ke koala, gue minta dia buka kotaknya sambil tutup hidup. "Demi kebaikanmu". Tapi koala engga mau nurut, dia buka aja kotaknya tanpa mau nutup hidung, dia koma tiga minggu.

Belerang ini juga akhirnya bikin gue repot. Oleh-oleh yang pengen gue kasih ke koala ternyata pecah tujuh bagian asimetris! yap, pecah! ini mau dijadiin hadiah kok malah PECAH? Tuhanee... jadilah gue berusaha keras menyambung belerang-belerang itu, membuatkannya kotak, dan membawanya dengan penuh kehati-hatian. Hasilnya, GAGAL. Sesampainya di rumah koala si belerang malah beranak jadi sembilan bagian. Sial.

Tips membeli Suvenir belerang :
1. Sediakan tempat yang aman, tahan banting, tahan goyang, kalo perlu juga tahan gempa dan tsunami. Hiasan belerang sangat mudah pecah.
2. Belerang yang pecah hanya bisa disambung dengan cara sublim (digaskan-keraskan lagi). Tidak bisa dengan lem Alteco atau Kastol. Sumpah demi Tuhan engga bisa.
3. Jika menyimpan belerang dalam kotak, maka berhati-hatilah saat hendak membuka kotak. Saya sarankan untuk memakai masker 70 lapis! ingat prinsip kentut : Sekali keluar sekali membunuh (one shot one kill)!

Gue, dan....

Komandan Jenderal Pasukan Pedagang Rokok (Danjen Pasang Rok) kebanggaan
Sarapan Pagi(-pagi buta) Bekal dari Nyokap : Ketupat, Lontong, Telor, dan Kecap Manis Cap Sate.

AI.. HEV... LONTONG... TU... BAIT.... Geeh hehehe. (Zombies Laugh)

Selfie Kawah-fie

Nofie (yang ini emang bener namanya)
"Sayang, Terimalah Cintaku, atau Aku akan melompat ke Kawah dan Menjadi Gule"
Masa Kecil Kurang Imunisasi

Ramenyoo..

Souvenir Khas Kawah Ijen. Indah, Murah, Bau Kentut

DEAL WITH IT!

Ini kita lagi bergaya Boyband. Coba tebak siapa yang mirip Bisma? (GAK ADA!!)

IJEN CRATERRR

Jam delapan gue turun dari bibir kawah dengan sedikit berlari, 'full speed', seperti kesukaan gue. Nyampe di pos Paltuding langsung pulang. Agak keburu emang, karena gue udah janji ada Date hari itu. Di tengah jalan pulang dari paltuding gue sempet perhatikan sebelah kanan ada sesuatu yang menarik, rame dan kayanya keren. Ternyata ada spot yang lumayan kece. Bentuknya sungai air panas, dan karena konturnya panjang dan tinggi jadi kelihatan kayak air terjun panas, atau air panas terjun, atau terjunan air panas, atau air panas yang diterjunin? ah bodo amat. pokoknya gitu.

Another Spot to Visit

Mangan Sek Rek ndek Warung Bondowoso. Aselolee..

Perjalanan pulang, gue merasakan excitement ketenangan hati maksmial. Gue ada janji sama Koala buat maen bareng. Setelah sampai di rumah sekitar jam satu, gue langsung mandi, fitting depan kaca and....... "gue siap untuk kencan hari ini"
^^



.
.
.
.
.
.
.
.

BONUS !!!!
Kayang Everywhere edisi Kawah Ijen....



Kayang Everywhere. Tada!!

Senin, 17 November 2014

H HH HHALOO...

Ini Nopember, dan gue baru update lagi..... Yaoloh, sepertinya Gue bener-bener butuh diruqyah.

Ini yang tejadi : Gue baca positngan terakhir gue. Dan gue jijik.

Gue ngerasa tulisan gue makin freak. Seperti ada yang beda saat gue ngebaca tulisan gue ini, seperti bukan 'gue' yang biasanya, seperti bukan ibor yang biasanya, seperti bukan anak-gaul-cakep-banget yang biasanya (eh, emang bukan sih). Tulisan yang terasa random, no feel, dan  'not me' banget. Gue ngerasa beda dari tulisan gue. Atau lebih tepatnya gue ngerasa ada yang mulai beda dari diri gue. ada yang ngerasa sama? :(

............................................................................................................................................................

Gue udah nyaris tiga bulan jadi nindya praja, senior tertinggi di kampus regional. As far as i feel is not as much expected. Apa yang gue rasa sejauh ini adalah gue capek banget. Tuntutan profesionalisme fungsionaris, latihan *** yang nyaris menjadi rutinitas yang menyesakkan, tuntutan unit-unit kegiatan, dan masalah-masalah angkatan 'satu salah semuanya sakit' (yang salah ya itu-itu saja dan yang sakit juga ya kita-kita juga). Dulu gue excited banget buat jadi nindya praja, punya junior, jabatan, alat, and so another freaking ambitions to make unreal dreams come true. As now gue paham, memiliki apa yang kita inginkan tidak selalu terasa seperti apa yang kita impikan.

Good thing that i can train my self a lot. Belajar dari padatnya jadwal kegiatan gue. Gue sekarang ngerasa mulai bisa mengatur dan membatasi diri untuk kemana arah pembelajaran ini berakhir, akan jadi seperti apa gue nanti. Ditengah kampretnya jadwal aktipitas gue sekarang gue masih bisa menyelipkan semenit dua meni buat nulis. Yep, Gue tetep pengen jadi penulis. Menjadi penulis adalah satu hal yang matter buat gue. Gue masih pengen punya buku gue sendiri. Gue pengen punya rekaman abadi tentang pemikiran-pemikiran gue. Sebuah karya yang bisa memperpanjang umur gue, yang tercantum nama dan mengandung jiwa dari seorang Robi zam-zam a.ka. iBor ganteng. Dengan sedikit idealisme yang tersisa sekarang, gue mulai menuliskannya dalam bentuk mushaf-mushaf suci gue sendiri. :)

Salam super,
iBor Ganteng.